Liputan6.com, Jakarta - Pada awal Mei 2017, dua mobil; satu jenis jip dan satu lagi truk, datang ke Desa Pido, Alor Timur Laut, Nusa Tenggara Timur. Penumpangnya terdiri dari Diadian Mokunimau, tenaga medis Puskemas Bukapinting dan para tim relawan kesehatan. Mereka sedang tidak pergi piknik atau bertamasya, melainkan menjemput pasien di salah satu wilayah paling terisolir di Indonesia.
Satu mobil berisi alat-alat kesehatan, mobil lainya ditumpangi relawan termasuk Diadian, beserta puluhan kardus berisi obatan-obatan. Kedua mobil itu, membelah belantara hutan selama berjam-jam, menyusuri jalanan berlumpur menuju desa yang dituju.
Advertisement
"Kurang lebih, delapan jam waktu perjalanan. Sampai sini kadang sore kadang malam," ujarnya kepada tim Liputan6.
Untung saja, saat itu hujan tidak turun. Diadian bersama tim kesehatan dari Puskesmas tiba di Desa Pido dengan kendala yang tak begitu berarti. Diadian mengatakan, jika tiba-tiba turun hujan, ia biasanya akan mengehentikan perjalanan, mendirikan tenda, dan menginap di tengah hutan.
Begitu tiba di Desa Pido, Diadian mengeluarkan megaphone warna putih. Lewat pengeras suara itu, Diadian menyeru kepada warga agar berkumpul di balai desa untuk pemeriksaan kesehatan gratis.
Sayangnya, tidak semua warga di Desa Pido bisa mengunjungi balai desa. Kontur wilayah yang cenderung berbukit membuat warga yang sakit tidak bisa berobat ke posko kesehatan dadakan tersebut. Maka mau tak mau, Diadian harus menjemput bola, mendatangi pasien itu dengan berjalan kaki.
“Pernah saya jalan kaki dari Desa Alatas ke Desa Ilemang yang medannya sangat sulit. Pulang ke rumah justru saya yang sakit,” ujarnya seraya tersenyum.
Uce, salah satu warga Desa Pido mengatakan, tak jarang dari tim kesehatan itu mengalami bengkak kaki setibanya di Desa Pido. Letaknya yang sangat jauh membaut tim kesehatan tak mampu berjalan.
"Kadang-kadang mereka sampai didorong oleh teman-temannya,” kata Uce.
Namun kondisi itu tak pernah menyurutkan Diadian untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, minimal sebulan sekali. Menurutnya masih banyak orang sakit di wilayah terisolir yang belum mendapat pelayanan kesehatan, bayi-bayi yang belum diimunisasi, ibu-ibu hamil yang tak mendapat penyuluhan, serta pengetahuan tentang kesehatan yang minim.
Lalu untuk apa Diadian, melakukan itu semua, mengingat ia tidak dibayar untuk itu. Prinsip hidupnya sungguh sederhana, bisa berguna bagi sesama. Sebagaimana pendidikan, kesehatan ialah hak segala bangsa.
(war/ul)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6