Liputan6.com, New Jersey - Pihak aparat Bea Cukai dan Imigrasi Amerika Serikat (ICE) pada awal 11 Mei lalu menahan empat orang warga negara Indonesia. Alasan penahanan, mereka tak berhasil mendapat suaka pemerintah setempat.
WNI itu adalah Saul Timisela, Rovani Wangko, Oldy Manopo dan Arino Massie. Penolakan pengajuan suaka telah dilakukan sejak 2012 lalu. Namun, para WNI tersebut baru bisa dipulangkan pada 2017 ini.
Baca Juga
Advertisement
Sempat ada rumor terlambatnya pemulangan WNI itu kerena mendapat proteksi khusu dari Presiden Obama kala itu. Namun, anggapan itu disanggah oleh juru bicara kemlu Indonesia, Arrmanatha Nasir.
Dikutip dari VOANews, pada Senin (21/5/2017) pada hari Kamis 18 Mei 2017 lalu, Arino Massie, salah satu WNI pencari suaka di negara bagian New Jersey, dideportasi melalui bandar udara internasional John F. Kenedy di kota New York.
Sebelumnya Arino bersama tiga orang WNI lainnya ditahan oleh dinas imigrasi Amerika (ICE), sejak 8 Mei lalu bersama tiga pencari suaka lainnya: Saul Timisela, Rovani Wangko, Oldy Manopo. Mereka ditangkap ketika lapor diri yang merupakan kewajiban mereka setiap tahun, dan mendekam di tahanan imigrasi di kota Elizabeth, negara bagian New Jersey. Mereka ditangkap karena dinilai melanggar hukum imigrasi Amerika.
Sesuai pernyataan tertulis ICE disebutkan bahwa, "Warga asing yang memasuki AS secara ilegal dan mereka yang melanggar izin tinggal atau ketentuan visa lainnya telah melanggar UU AS dan bisa menimbulkan ancaman bagi keamanan publik dan nasional."
Menurut Pendeta Seth Kaper-Dale dari Reformed Church of Highland Park, di New Jersey, yang selama ini menjadi advokat keempat para pencari suaka itu, ia mendapat konfirmasi langsung dari Arino melalui telepon, pukul 11:30 Kamis lalu. Pada saat itu Arino sudah berada dalam pesawat dan siap terbang ke Indonesia.
Padahal, menurut pendeta Seth Kaper Dale, pihak imigrasi baru memberitahu pengacara Arino bahwa permohonan izin tinggalnya ditolak, satu setengah jam sebelumnya, yakni jam 10 pagi.
Tampaknya Arino sudah disiapkan untuk dideportasi sejak dini hari, namun selama itu ia tidak boleh menghubungi keluarga maupun orang lain, sampai ia berada di dalam pesawat.
Pendeta Seth Kaper-Dale mengatakan mereka adalah bagian dari sejumlah warga Indonesia yang datang ke AS pada tahun 1990-an dan kemudian mengajukan suaka beberapa tahun setelah itu.
Permohonan suaka mereka akhirnya ditolak karena dianggap terlalu lama menunda pengajuan permohonan resmi suaka. Penolakan suaka itu berujung dengan keluarnya perintah deportasi, namun tahun 2013 sejumlah warga Indonesia tersebut mendapat izin tinggal sementara dari pemerintahan Obama.
Mereka diizinkan tinggal di komunitas mereka, dengan pengawasan rutin dan diharuskan melaporkan ke petugas imigrasi secara berkala.
Arino, Saul, Rovani, dan Oldym merupakan diaspora Indonesia pertama di negara bagian ini yang diciduk petugas imigrasi setelah pemerintahan Trump memperketat aturan imigrasi Januari lalu. Kebijakan imigrasi pemerintahan Trump jauh lebih ketat, menarget semua imigran gelap, termasuk yang tak memiliki catatan kriminal.
Selain mengharapkan agar Presiden Trump memperhatikan nasib anak-anak mereka yang punya kewarganegaraan Amerika, serta para pencari suaka lainnya, Pendeta Seth Kaper-Dale, juga menyatakan tidak akan tinggal diam. Ia meminta dukungan sejumlah anggota Kongres AS baik di tingkat Senat maupun Parlemen.
Menurut Pendeta Seth Kaper-Dale, salah seorang anggota Kongres tengah mempersiapkan RUU untuk melindungi para pencari suaka dari Indonesia, yakni Indonesian Family Refugee Protection Act atau RUU Perlindungan Keluarga Pengungsi Indonesia yang pernah diajukan tahun 2011, 2012 dan 2013 lalu, namun hingga saat ini belum berhasil.