Jokowi: Umat Islam Korban Terbanyak Radikalisme dan Terorisme

Jokowi mengatakan, pertemuan ini memiliki makna yang penting untuk mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 22 Mei 2017, 09:46 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab Islam Amerika di Conference Hall King Abdulaziz Convention Center, Riyadh Arab Saudi, Minggu 21 Mei 2017. (Liputan6.com/Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan peran bersama dunia dalam menangkal gerakan radikalisme dan terorisme. Stigma umat Islam merupakan teroris juga sudah tidak relevan. Sebaliknya, umat Islam justru menjadi korban terbanyak gerakan ini.

"Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme," kata Jokowi ketika berbicara di Arab Islamic America Summit atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab Islam Amerika di Conference Hall King Abdulaziz Convention Center, Riyadh Arab Saudi, Minggu 21 Mei 2017.

Hal ini bisa dilihat pada konflik dan aksi terorisme di Timur Tengah, seperti Irak, Yaman, Suriah, dan Libya. Tak hanya di Timur Tengah, berbagai negara di dunia juga merasakan dampak gerakan ini. Indonesia juga sempat menjadi target serangan terorisme di Bali tahun 2002 dan 2005 serta serangan di Jakarta pada Januari 2016.

"Dunia marah dan berduka melihat jatuhnya korban serangan terorisme di berbagai belahan dunia di Prancis, Belgia, Inggris, Australia dan lain-lain," imbuh dia.

Akan tetapi, penanganan aksi terorisme yang ada belum cukup meredam gerakan susulan di wilayah lainnya. Dunia harus mencari solusi paling baik. Jika tidak, ada jutaan anak korban terorisme yang bukan tidak mungkin memendam dendam dan memunculkan aksi radikalisme baru.

"Kondisi ini membuat anak-anak muda frustrasi dan marah. Rasa marah dan frustrasi ini dapat berakhir dengan munculnya bibit-bibit baru ekstremisme dan radikalisme," ujar Jokowi.

Pendekatan dengan hard power atau menggunakan senjata sekarang ini dirasa kurang efektif. Karena itu, Jokowi mengajak para pemimpin dunia untuk beralih menggunakan soft power dalam memberantas aksi terorisme. Caranya tentu dengan pendekatan agama dan budaya.

"Untuk program deradikalisasi, misalnya, otoritas Indonesia melibatkan masyarakat, keluarga, termasuk keluarga mantan narapidana terorisme yang sudah sadar dan organisasi masyarakat," ucap Jokowi.

Penyebaran pesan damai juga perlu digalakkan melalui berbagai cara. Setiap negara bisa menggunakan warganet untuk menyebar kampanye damai melalui media sosial yang kini sedang digandrungi masyarakat.

"Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran," tutur Presiden.

Jokowi mengatakan, pertemuan ini memiliki makna yang penting untuk mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat dan menghilangkan persepsi Amerika Serikat melihat Islam sebagai musuh.

"Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia," kata Jokowi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya