Liputan6.com, Makassar - Tim satuan tugas (satgas) pangan Sulawesi Selatan menggerebek gudang gula rafinasi ilegal terbesar di Indonesia yang berlokasi di Makassar pada Senin (22/5/2017). Lokasi gudang gula milik lelaki berinisial RT itu beralamat di Gudang Benteng Baru No. 8, Jalan Ir. Sutami, Makassar.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel Kombes Yudhiawan Wibisono yang juga Ketua Tim Satgas Pangan Sulsel mengatakan, tim menemukan lebih dari 5.086 ton gula rafinasi ilegal di dalam gudang itu.
Rencananya gula akan diedarkan ke enam daerah di Indonesia, yakni Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Selatan (Sulsel), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan, dan Papua. Khusus di Sulsel, gula rafinasi ilegal itu sudah beredar di sejumlah toko ritel.
Ia mengungkapkan jumlah gula rafinasi ilegal itu yang siap edar berjumlah 88,6 ton. Sementara ssisanya yang belum dipaket dalam kemasan berjumlah 5.000 ton. "Gudang Benteng Baru ini telah memproduksi gula rafinasi selama tiga tahun dan baru berhasil kita ungkap jelang Ramadan ini," ucap Yudhiawan.
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, gula rafinasi sesuai aturan Kementerian Perdagangan hanya diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman dan tidak diizinkan untuk diedarkan ke masyarakat. Bila beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat, ucap dia, gula rafinasi dapat mengakibatkan osteoporosis, diabetes, dan beberapa penyakit lainnya.
Atas perbuatannya, kata Yudhiawan, penimbun gula rafinasi ilegal itu terancam Pasal 113 jo Pasal 57 ayat (2) UU RI No. 7 Tahun 2017 tentang Perdagangan dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar jo Pasal 120 ayat (1) jo Pasal 53 ayat (1) huruf b UU RI No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian ancaman 5 tahun denda Rp 2 miliar.
Tak hanya itu, pasal lain yang juga menjeratnya, yakni Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf (a) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana 5 tahun denda Rp 2 miliar dan Pasal 106 UU RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman pidana 4 tahun serta denda Rp 10 miliar.
Terakhir, lanjut Yudhiawan, tersangka juga dijerat Pasal 142 jo Pasal 91 ayat (1) UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman pidana 2 tahun penjara serta denda Rp 4 miliar.
"Pelaku saat ini belum diamankan, tapi kasusnya tetap kita proses hingga tuntas," ujar Yudhiawan.