4 Tempat Prostitusi Liar Terbesar di Pantura Barat Ditutup

Penutupan empat tempat prostitusi ilegal di Pantura Barat disambut senang oleh para PSK.

oleh Fajar Eko Nugroho diperbarui 22 Mei 2017, 17:31 WIB
Penutupan empat tempat prostitusi ilegal di Pantura Barat disambut senang oleh para PSK. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Liputan6.com, Tegal - Pemerintah Kabupaten Tegal dan Kementerian Sosial menutup empat tempat prostitusi ilegal terbesar di sepanjang Pantura Barat di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat, 19 Mei 2017.

Tiga tempat yang selama belasan tahun menjadi tempat bisnis esek-esek terselubung berada di wilayah Kecamatan Kramat, yakni tempat prostitusi Turunan di Desa Maribaya, Gang Sempit di Desa Kramat, dan Wandan di Desa Munjungagung. Satu tempat prostitusi lainnya adalah Paleman di Desa Sidaharja, Kecamatan Suradadi.

"Tepat di hari ultah Kabupaten Tegal dan ultah Ibu Kemensos Khofifah, hari Jumat ini semua lokalisasi di Pantura Tegal resmi ditutup selamanya," ucap Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Tegal, Nurhayati, di sela-sela penutupan di dekat eks lokalisasi Pelemban Suradadi.

Total jumlah PSK di empat lokalisasi 424 orang yang terbagi di Peleman sebanyak 208 orang, di Wandan 113 orang, di Gang Sempit 49 orang, dan di Turunan sebanyak 54 orang.

Ratusan eks wanita tempat prostitusi itu mendapatkan uang senilai Rp 5,5 juta dan mendapatkan keterampilan sesuai minat masing-masing. Mereka juga mendapatkan alat masak dan alat penunjang wirausaha.

Nurhayati menyatakan, penutupan tempat prostitusi itu melalui beberapa tahapan, di antaranya sosialisasi, pendataan jumlah PSK, mengadakan rapat koordinasi dengan pemangku kepentingan, dan sosialisasi di tempat prostitusi yang akan ditutup.

Dalam penutupan resmi itu, sejumlah eks penghuni juga langsung dipulangkan ke daerah asal di luar Kabupaten Tegal dan berbagai kota di luar Jawa.

"Untuk luar provinsi, seperti di berbagai kota di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi yang akan memulangkan Dinas Sosial Provinsi Jateng yang berhak. Jadi, sesuai prosedur mulai dilakukan," katanya.

Sementara itu, Wakil Bupati Tegal Umi Azizah mengaku sempat diancam para muncikari menjelang penutupan empat tempat prostitusi di Pantura itu. "Saya dan sejumlah teman sempat mendapatkan ancaman dan teror berkali-kali," ucap Umi Azizah.

Setelah menyerahkan bantuan secara simbolis untuk eks penghuni, Umi Azizah, mengecek ke tempat prostitusi Peleman. Meskipun tempat lokalisasi belum seluruhnya ditutup, para perempuan yang biasa hilir mudik sudah tak terlihat berada di dalam warung-warung atau rumah dan bilik-bilik di sana.

Suasana tempat prostitusi yang biasanya ramai juga terlihat tampak sepi. Tak terdengar suara musik dangdut Pantura yang menjadi khas lokalisasi di sana. Sebagian besar pintu bangunan rumah dan penginapan sudah digembok dari luar.

Begitu juga, warung-warung yang biasanya buka menjual berbagai jenis makanan dan minuman sudah tutup. Para pedagang asongan mulai beralih profesi dan meninggalkan tempat tersebut.

"Jadi setelah resmi ditutup, mulai malam ini juga semua tempat lokalisasi tidak ada yang buka. Kalau tetap nekat, aparat yang berwajib yang akan melakukan tindakan tegas," kata Umi.


PSK Senang Pulang Kampung Lebih Awal

Penutupan empat tempat prostitusi ilegal di Pantura Barat disambut senang oleh para PSK. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Seorang eks penghuni lokalisasi Peleman, Nur Janah (29) menyatakan senang karena menerima bantuan. Ia berjanji akan mengubah hidup yang lebih baik.

"Saya sudah janji dengan keluarga dan diri saya sendiri, kalau tak kerja seperti itu lagi (PSK). Setelah ini mau pulang dan mau membuka usaha dengan modal bantuan pemerintah," ujar perempuan yang merupakan warga Cilacap itu.

Ia mengaku pekerjaan sebagai PSK yang selama ini digelutinya terpaksa dilakoni karena persoalan ekonomi keluarganya. "Karena nggak ada jalan lain untuk tetap bertahan hidup, akhirnya saya masuk ke dalam lingkaran setan ini. Saya juga rindu keluarga di kampung, pingin pulang dan jualan saja di sana," tuturnya.

Hal senada diungkapkan eks penghuni lokalisasi, Yuli (23). Ia awalnya sempat memprotes kebijakan penutupan lokalisasi di pantura. Pasalnya, ia terancam tak memiliki pekerjaan untuk menghasilkan pundi-pundi uang.

Namun, setelah mengikuti beberapa tahapan sosialisasi oleh Dinsos, Kemensos dan Pemkab Tegal. Ia mulai sadar dan belajar mengasah potensi keterampilan lainnya.

"Saya suka menjahit dan merias, makanya kemarin saya minta dilatih keterampilan itu oleh tim Kemensos. Alhamdullilah, sekarang sudah mulai bisa dan membuka pikiran saya," kata Yuli.

Berbekal uang tabungan dan bantuan uang dari Kemensos, ia akan pulang ke kampung halamannya di Kuningan Jawa Barat untuk memulai kehidupan yang baru.

"Rencana saya mau buka salon saja di kampung. Mudah-mudahan uang tabungan saya cukup untuk modal awal buka salon kecil-kecilan. Kalau memang kurang, katanya bisa pinjam pakai KUR dengan bunga ringan," kata dia.

Ia menegaskan, memilih profesi menjadi seorang kupu-kupu malam di usia yang masih cukup muda memang tak sepenuhnya bisa disalahkan. Menurut dia, pengalamannya sebelum berada di lingkungan tersebut karena beberapa faktor yang awalnya tidak ada unsur kesengajaan dan cenderung persoalan ekonomi.

"Beban hidup saya untuk menafkahi orangtua yang juga termasuk alasan saya tenggelam di dunia prostitusi. Tapi, saya sudah ikhlas dan berusaha melupakannya. Karena hidup terus maju dan saya yakin bisa berwiraswasta. Saya berencana buka usaha katering di kampung halaman saya," kata Yuli.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya