Liputan6.com, Jakarta - Ruko berkelir cokelat itu sekilas tak ada yang beda dengan deretan bangunan di sekitarnya. Semua terlihat normal. Tak ada aktivitas mencurigakan dalam bangunan yang terletak di Komplek Ruko Kokan Pertama, Jalan Boulevard Bukit Gading Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara itu.
Namun siapa nyana, lokasi itu telah diintai petugas Polsek Jakarta Utara dalam dua pekan terakhir. Pasalnya, tempat kebugaran Atlantis Jaya tersebut dicurigai menyimpan aktivitas asusila, pesta seks gay di Kelapa Gading.
Advertisement
Tidak mudah bagi anggota kepolisian untuk masuk ke tempat tersebut. Pengelola dan penyelenggara pesta seks memberlakukan sistem keanggotaan bagi mereka yang hendak mengikuti acara yang dinamai 'The Wild One'.
"Terprotek, mereka melakukan pengamanan," ujar Kapolres Jakarta Utara Kombes Dwiyono kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (22/5/2017).
Setelah mendapatkan timing tepat, petugas lantas beraksi. Tepat pukul 19.00 WIB, Minggu 21 Mei 2017, anggota kepolisian menggerebek pesta seks gay tersebut.
"Di lantai pertama ada fasilitas fitnes, tapi itu diduga untuk mengelabui," ujar Dwiyono.
Kemudian personel kepolisian merangsek ke lantai dua. Di tempat itu, terdapat dua tempat weirpool dan sauna. Di situ juga ditemukan arena striptis dan banyak pengunjung. "Di lantai 2, ketangkap tangan," imbuh dia.
Setelah itu, petugas naik ke lantai tiga. Di ruangan yang gelap gulita ini, terdapat 16 kamar yang sudah disekat. "Diduga tempat ini untuk melakukan hubungan," jelas Dwiyono.
Di tempat ini juga petugas mendapatkan pengunjung dalam kondisi tidak berpakaian alias bugil. Mereka berebut keluar dari ruangan tersebut.
"Di lantai 3, kita naik mereka kan pintu keluar satu, jadi mereka keluar tapi telanjang. Sebagian besar ditangkap dalam kondisi telanjang," jelas Dwiyono.
Sedangkan petugas sekuriti Yadi menuturkan, saat penggerebekan ada seorang pengunjung yang mencoba kabur dalam kondisi tanpa busana. Informasi itu didapat dari rekannya bernama Erikson yang bertugas saat kejadian.
"Itu dekat plang masuk mobil motor disamperin katanya. Ada yang lari-lari enggak pakai baju. Nyamperin minta celana tapi ya enggak ada, enggak dikasih," ujar pria 33 tahun itu.
Akhirnya petugas keamanan ruko itu mengusir pria tersebut, lantaran khawatir dianggap melindungi. Hanya saja tidak jelas ke mana terduga gay itu kabur.
"Enggak tahu kabur apa tertangkap lagi. Pokoknya sama teman saya diusir katanya, takut nanti disangka melindungi atau menghalang-halangi polisi," ujar Yadi.
Penggerebekan pesta gay Kelapa gading yang digelar Minggu, 21 Mei sekitar pukul 21.00 WIB malam, membuat pria di lokasi panik dan mencoba melarikan diri. Namun mereka tidak berkutik lantaran seratusan lebih pria itu tidak mengenakan pakaian alias bugil.
Sudah Tiga Tahun
Aktivitas di gedung yang berada di kompleks ruko Kelapa Gading itu ditengarai sudah berlangsung sejak 3 tahun lalu. Usaha yang dikelola adalah arena kebugaran atau fitness.
Penyelidikan sementara, baru setahun lalu tempat bernama Atlantis itu digunakan sebagai ajang pesta seks sejenis.
Dari foto yang diabadikan polisi saat penggerebekan, terlihat ada kamar bertema seperti sel tahanan lengkap dengan jeruji besinya. Dinding kamar tersebut juga menyerupai sel tahanan yang dipenuhi coretan-coretan cat semprot, termasuk matras atau alas tidur.
Selain itu, polisi juga mengabadikan foto besi segitiga yang terikat rantai besi yang digantung di sebuah ruangan. Namun, belum diketahui persis untuk apa rantai tersebut.
Seorang pekerja sekitar ruko, Robi (36) menyampaikan, kebanyakan pria yang menyambangi tempat tersebut memiliki postur tubuh kekar yang sengaja ditonjolkan dengan balutan kaus tipis. Mereka tampak percaya diri dengan badan atletis hasil berlatih di tempat kebugaran itu.
"Tiap Sabtu Minggu ramainya memang. Pengunjung badannya ya besar, tinggi, kekar. Ya pada putih," tutur Robi kepada Liputan6.com di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (22/5/2017).
Menurut Robi, para pria yang datang juga dari beragam etnis dan keturunan. Mulai berwajah khas Jawa hingga Timur Tengah. "Lihatnya ya macam-macam. Ada yang biasa Indonesia, ada yang China. Mukanya yang Arab, India juga pernah ada," jelas Robi.
Seorang pedagang, Jaka (33), mengaku pernah beberapa kali masuk ke dalam ruangan tempat para pria melatih ototnya itu. Meski mengaku tidak ada yang janggal, tapi rata-rata pengunjung yang datang tampak akrab berbincang satu dengan lainnya.
"Saya kan dagang nasi. Suka disuruh antar makanan ke dalam. Ya lihat-lihat biasa saja kok. Lantai dua itu tempat berendam. Satu tempat olahraganya," kata Jaka.
Advertisement
Striptis
Kapolsek Jakarta Utara Kombes Dwiyono mengungkapkan, ada kegiatan tertentu yang digelar pada saat akhir pekan. Namun, tidak semua orang dapat masuk menyaksikan pertunjukan tersebut.
"Utamanya Hari Minggu cukup ramai, dan mereka setiap Minggu mengadakan event, pertunjukan. Satu pertunjukan striptis laki-laki, kemudian menggunakan para tamu melihat kegiatan itu," kata Dwiyono.
Ada tiga lantai di arena pesta seks gay tersebut. Setiap peserta yang ingin mengikuti pesta seks ditarik tiket Rp 185 ribu. Harga tersebut juga termasuk bagi pengunjung baru yang diajak oleh anggota lama.
Masuk ke sarang seks gay, pengunjung harus membuka baju yang disimpan di loker lantai 2. Mereka hanya dikasih handuk dan minuman. Selanjutnya mereka bebas melampiaskan hasratnya di lantai dua dan tiga.
"Mereka juga disiapkan fasilitas kondom sekaligus pelicin," terang Dwiyono.
Menurut Dwiyono, tak ada anak di bawah umur dalam penangkapan tersebut. mereka yang diamankan rata-rata berusia 25-35 tahun.
Dalam penggerebekan itu, polisi menyita sejumlah barang bukti. Yaitu ratusan kondom, kunci loker, kupon masuk, pelicin, daftar tarif, rekaman CCTV, uang tips, rantai kuda, dan pakaian superhero.
Setelah memeriksa 141 orang, penyidik menetapkan 10 orang tersangka dalam kasus dugaan pornografi ini. Sementara 131 pria lainnya saat ini masih dimintai keterangan dan menjalani pemeriksaan mendalam.
Sepuluh orang yang menjadi tersangka itu, empat pria penari telanjang, empat manajemen atau pengelola Atlantis, dan dua tamu yang ikut menari telanjang. Mereka dijerat Pasal 36 junto Pasal 10 UU RI Nomor 44 Tahun 2008 dengan ancaman pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 5 miliar.
Selain itu, ada juga empat warga negara asing (WNA) yang ikut ditangkap dalam operasi tersebut. Mereka berasal dari Malaysia, Singapura, dan Inggris.