Liputan6.com, Tuban - Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa berziarah ke makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban. Ziarah itu dilakukan Khofifah usai meninjau proses pencairan bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) di Pendopo Kabupaten Tuban.
"Sunan Bonang adalah sosok yang patut diteladani atas upaya Beliau membangun harmoni antarumat beragama," ujar Khofifah, Selasa (23/5/2017).
Advertisement
Buktinya, ungkap dia, terlihat dari adanya sejumlah tempat ibadah di sekitar alun-alun Tuban yang hingga saat ini masih digunakan untuk beribadah. Bangunan masjid, klenteng, pura dan gereja yang membentuk seperti kompleks tersebut telah dibangun sejak jaman Sunan Bonang.
"Sunan Bonang merangkul orang-orang selain muslim tinggal yang tempat yang sama dan hidup dalam toleransi, rukun, serta damai. Ini yang harus kita teladani dan terapkan dalam kehidupan sekarang. Ajaran beliau masih sangat relevan mengenai toleransi dan keberagaman. Kita memang berbeda-beda, tapi tetap satu Indonesia," kata Khofifah.
Bukti toleransi dan keberagaman di Tuban juga tampak dalam Prasasti Kalpataru yang merupakan rangkuman dari buah pemikiran Sang Wali. Pada prasasti setinggi 180 cm tersebut terukir empat tempat ibadah untuk agama berbeda-beda yakni masjid mewakili agama Islam, candi mewakili agama Hindu, klenteng mewakili Tridharma (Budha, Tao dan Konghucu) serta wihara mewakili agama Budha. Satu lagi, terdapat arca megalitik atau kebudayaan mewakili pemujaan leluhur.
"Melalui prasasti tersebut kita bisa memaknai sebagai adanya ajaran dan kepercayaan yang berbeda-beda tidak membuat mereka terpecah-belah. Melalui sikap toleransi dalam masyarakat berbeda-beda agama itulah kenapa Islam dapat menyebar secara luas," ucapnya.
Sunan Bonang merupakan putra Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyai Ageng Manila, seorang putri dari Arya Teja, salah seorang Tumenggung dari kerajaan Majapahit yang berkuasa di Tuban.
Sunan Bonang lahir pada tahun 1465 M dan wafat pada tahun 1525 M. Sunan Bonang dan Sunan Ampel merupakan dua dari Wali Songo.
Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr. Sunan Bonang juga menggubah tembang Tombo Ati (dari bahasa Jawa, berarti penyembuh jiwa) yang hingga kini sering dinyanyikan dan tak asing bagi umat Islam.
"Salah satu warisan budaya yang dibawa oleh Sunan Bonang adalah prasasti Kalpataru yang menunjukkan kearifan lokal. Pada saat itu berbagai agama Samawi dan kepercayaan lokal bisa hidup berdampingan secara harmonis. Hari ini kita perlu terus ingatkan toleransi dan keberagaman serta Tombo Ati," Khofifah memungkas.