Suap Bakamla, Suami Inneke Divonis 2 Tahun 8 Bulan Penjara

Hakim Yohanes menilai, Fahmi yang merupakan otak atau inisiator suap bersama dua anak buahnya memberikan uang kepada 4 pejabat Bakamla.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 24 Mei 2017, 15:16 WIB
Tersangka Fahmi Darmawansyah tertunduk lesu usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (31/1). Direktur Utama PT. MTI tersebut diperiksa sebagai tersangka kasus suap proyek pengadaan alat satelit monitoring di Bakamla. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Fahmi Darmawansyah, selaku pemilik PT Melati Technofo Indonesia (MTI) divonis 2 tahun 8 bulan penjara karena terbukti menyuap pejabat Bakamla. Selain itu, suami Inneke Koesherawati itu juga wajib membayar denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana penjara 2 tahun 8 bulan serta denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Yohannes Priyana saat membacakan amar putusan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (24/5/2017).

Hakim Yohanes menilai, Fahmi yang merupakan otak atau inisiator suap bersama dua anak buahnya, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, terbukti memberikan uang kepada 4 pejabat Bakamla.

Fahmi terbukti bersalah menyuap 4 pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk memenangkan PT Melati Technofo dalam tender proyek pengadaan satelit monitor di Bakamla pada 2016 lalu.

Fahmi menyuap Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar SGD 100 ribu dan USD 88.5 ribu serta Euro 10 ribu. Kemudian Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla Bambang Udoyo sebesar SGD 105 ribu.

Fahmi juga telah menyuap Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan, sebesar SGD 104.5 ribu dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp 120 juta.

"Semua penyuapan tersebut disepakati oleh terdakwa," kata Hakim Yohanes.

Vonis majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Jaksa KPK menuntut Fahmi yang merupakan otak suap terhadap pejabat Bakamla ini dituntut 4 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam membacakan putusannya hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, terdakwa dinilai tak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kemudian, sebagai pengusaha muda Fahmi harus mengikuti prosedur yang benar untuk mendapatkan proyek.

Sementara hal yang meringankan, Fahmi dinilai berterus terang dan mengakui semua perbuatannya, memiliki anak dan istri. Kemudian adanya iktikad baik akan menghibahkan tanah yang digunakan untuk satelit monitoring Bakamla yang berada di Semarang, Jawa Tengah.

Atas putusan tersebut, dia mengatakan menerima dan tidak akan mengajukan banding. Sedangkan jaksa menyatakan akan pikir-pikir.

Fahmi, inisiator suap Bakamla, dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya