Liputan6.com, Jambi - Meski tak terlalu populer, Jambi ternyata kaya akan variasi kuliner. Beberapa menu bahkan hanya muncul saat bulan suci Ramadan atau Idul Fitri.
Salah satu daerah yang masih "menyimpan" racikan menu langka itu adalah Kabupaten Muarojambi di Provinsi Jambi. Daerah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kota Jambi ini memang dikenal sebagai "gudang" makanan khas Jambi.
Advertisement
Maklum, daerah ini memang disebut sebagai "bekas" kota kuno. Ini dibuktikan dengan penemuan komplek Candi Muarojambi yang luasnya 12 kilometer persegi.
Lokasinya yang dilintasi sungai terpanjang di Sumatera, Sungai Batanghari menjadikan masyarakat Kabupaten Muarojambi ahli dalam mengolah hasil sungai, khususnya ikan.
Ada beberapa kuliner langka berbahan ikan yang amat sulit ditemui apabila dicari di restoran atau rumah makan. Menu ini dibuat sesekali oleh masyarakat Muarojambi apabila ada acara khusus, salah satunya sebagai menu khusus berbuka puasa.
1. Ikan Senggung
Ridho (34), salah seorang warga Seberang, Kabupaten Muarojambi mengatakan, menu ikan senggung amat sulit ditemui. Hampir tak ada warung makan atau restoran yang menjualnya.
"Ini karena proses memasaknya yang butuh waktu lama, sampai empat jam karena harus dibakar," ujar Ridho kepada Liputan6.com, Rabu malam, 24 Mei 2017.
Menurut Ridho, ikan senggung berbahan ikan gabus atau toman. Ikan yang sudah dibersihkan dan diberi bumbu dimasukkan ke dalam bambu sepanjang satu meter. Setelah itu bambu tersebut dibakar di atas api yang kecil, nyaris lebih mirip diasapi.
"Rasanya sangat enak. Biasanya kami memasaknya sebagai menu berbuka puasa atau saat lebaran sebagai hidangan khusus. Kalau hari biasa hampir tidak pernah, mungkin karena prosesnya yang lama berjam-jam," ucap Ridho.
Menu ikan senggung biasanya hanya ada restoran khusus yang menjual menu tradisional Jambi. Harganya terbilang cukup tinggi dibanding makanan biasa lainnya. Seporsi ikan senggung isi ikan gabus dihargai Rp 55 ribu. Sementara untuk isi ikan toman bisa lebih mahal lagi.
2. Gangan Palapa
Menu satu ini juga tak kalah langka. Sesuai namanya, gangan palapa menjadi menu prestisius dari Kabupaten Muarojambi yang juga berbahan utama ikan segar. Utamanya ikan toman, patin atau gabus.
Indah (39), salah seorang warga Muarojambi mengatakan, menu gangan palapa hampir sudah tidak terdengar lagi. Selain kaya akan bumbu dan rempah-rempah, gangan palapa sebelumnya adalah makanan prestisius sebagai penanda status sosial masyarakat lampau.
Menurut Indah, makanan yang hampir mirip masakan pindang ini, prosesnya sebenarnya sederhana. Namun membutuhkan kecermatan tinggi dalam mengolahnya.
"Jangan lama dipanasi, jangan diaduk. Jika itu dilanggar, maka bisa gagal," ujar Indah.
Gangan palapa, kata Indah, termasuk makanan yang sehat. Itu karena dalam proses memasaknya tidak menggunakan minyak maupun santan. Bumbu-bumbu yang digunakan juga segar. Biasanya, hidangan ini dilengkapi dengan lalapan segar dan sambal bacan.
"Biasanya kami memasaknya saat Ramadan atau lebaran saja. Siapa saja bisa memakannya tidak ada pantangan, karena makanan ini sehat," ucap Indah.
3. Gulai Pucuk Rotan
Sebagian besar orang mengenal rotan adalah bahan dasar kerajinan tangan. Namun, bagi warga Kabupaten Muarojambi rotan tidak hanya bisa digunakan untuk membuat berbagai macam kerajinan saja, tapi juga bisa diolah menjadi menu makanan yang menggoda selera.
Rotan yang digunakan adalah bagian ujung muda atau pucuknya. Gulai pucuk rotan sudah sejak lama dikenal oleh warga Muarojambi. Mengingat daerah ini banyak ditumbuhi rotan saat masih banyak hutan. Namun seiring perkembangan manusia dan perluasan kawasan perkebunan, tumbuhan rotan mulai sulit didapat.
Udin, salah seorang warga Sengeti, ibu kota Kabupaten Muarojambi mengatakan, menu gulai pucuk rotan adalah menu spesial yang biasanya hanya ada saat Ramadan atau lebaran. Menu ini dikenal rasanya yang gurih, segar dan beraroma alami.
Bahkan, gulai pucuk rotan disebut bisa menyehatkan gigi, menyegarkan nafas hingga membuat awet muda. "Tak hanya gulai, pucuk rotan bisa direbus dijadikan lalapan," ujar Udin.
Sebelum dimasak gulai, pucuk rotan terlebih dahulu dibakar atau direbus. Ini agar umbi yang ada di bagian dalam masak. Karena umbi itulah yang nantinya dikonsumsi. Saking spesialnya, menu gulai pucuk rotan justru paling dicari warga Muarojambi saat Ramadan atau lebaran dibandingkan menu daging.
"Biasanya saat Ramadan ada yang menjual gulai pucuk rotan. Kalau hari biasa tidak ada makanan ini," ucap Udin.
Advertisement