Liputan6.com, Jakarta Mahasiswi semester akhir di sebuah perguruan tinggi negeri ini datang menemui saya di klinik diantar ibunya. Ekspresi wajah dan bahasa tubuhnya penuh kemarahan. Lebih-lebih ketika dia berbicara dengan sang ibu; judes dan ketusnya luar biasa.
Gadis manis ini membawa ransel kecil warna hitam, isinya obat alergi. Ya, dia menderita alergi sepanjang hidup. “Sampai bosan ke dokter dan minum obat,” ungkapnya.
Advertisement
Oleh orangtuanya, dia sudah diperiksakan ke sejumlah dokter ahli alergi, di dalam maupun luar negeri. Nyatanya dia masih tetap mengalami masalah dengan kulitnya, yang selalu timbul bercak-bercak luka kemerahan akibat gatal. Tidak jelas apa penyebabnya.
Karena sudah hampir 22 tahun dia berusaha mengatasi gangguan pada kulitnya itu dengan pengobatan medis dan tak kunjung sembuh, ia menerima saran untuk bertemu hipnoterapis. Luna, sebutlah begitu namanya, sangat berharap bisa berhenti minum obat dan memiliki kulit mulus seperti gadis-gadis lain.
Dalam proses terapi, ditemukan bahwa alergi yang dialami Luna berkaitan dengan emosi negatif yang muncul sejak ia masih berada di dalam kandungan. Ia menyimpan perasaan marah yang luar biasa besar terhadap ibunya. Janin Luna di dalam rahim merasa ditolak. Ia mendengar bahwa kehadirannya tidak diharapkan oleh sang ibu.
Bagaimana bisa begitu? Ada teknik tertentu dalam hipnoterapi yang dapat membawa klien menemukan sumber masalah. Salah satunya adalah teknik regresi (membawa mundur ke masa lalu). Saat dilakukan regresi, bawah sadar Luna menuntun ke peristiwa saat ia masih di perut ibu.
Saat itu ibunya tengah menempuh pendidikan lanjutan di salah satu negara Barat, sambil membawa anak sulung yang masih balita. Hidup sendiri di negeri orang, kuliah sambil merawat anak, sungguh tidak mudah. Maka ketika mendapati dirinya hamil, sang ibu berucap: “Duuuh… kok hamil?!”
Di lain waktu sang ibu kadang berkata, “Hamil bikin tambah repot saja!” Kadang juga muncul penyesalan, “Kalau enggak hamil, pasti semuanya jadi lebih mudah.”
Masalahnya adalah semua perasaan dan ucapan ibu itu direkam secara baik oleh janin Luna di dalam kandungan. Itulah sebabnya ia merasa ditolak dan kehadirannya tidak diinginkan oleh sang ibu, sehingga memunculkan amarah yang sangat besar.
Emosi-emosi tersebut bermanifestasi menjadi gangguan alergi pada kulitnya. Itulah sebabnya obat-obatan medis tidak bisa menyembuhkannya, karena penyebab alergi bukan di kulit melainkan di dalam pikiran bawah sadar.
Luna sendiri tidak menyadari bahwa di dalam dirinya tersimpan emosi dan program pikiran negatif terkait sang ibu, karena selama ini ia merasa selalu membutuhkan ibunya dan bahkan merasa lebih dekat dengan ibu ketimbang ayah.
Luna pun merasa heran mengapa selama ini begitu cepat naik pitam, sinis, ketus, dan cenderung bersikap agresif terhadap ibunya. Dia tidak mengerti mengapa begitu membenci ibunya dan tidak nyaman berada di dekatnya, tapi sekaligus juga sangat mencintai dan membutuhkannya.
Salam kasih.
Catatan
Apa pelajaran yang dapat kita petik dari penyakit alergi yang dialami Luna?
1. Bila alergi tak kunjung sembuh setelah diobati, ada kemungkinan penyebabnya adalah emosi.
2. Masalah kesehatan dan perilaku dapat bersumber dari peristiwa saat di dalam kandungan.
3. Ibu hamil sebaiknya menyadari bahwa janin di dalam perut sudah memiliki emosi dan memori; jaga tutur kata, sikap dan tindakan demi kebaikan anak Anda.
Advertisement