Liputan6.com, San Antonio - Pesawat angkasa luar tanpa awak milik NASA yang bertugas untuk mengeksplorasi Yupiter, Juno, baru-baru ini mengirimkan penemuan mengejutkan.
Dalam misi melintasi kutub planet gas raksasa itu, Juno menemukan bahwa terdapat angin topan dahsyat yang 'mengamuk' di dekat kutub Yupiter dan juga terdapat aurora raksasa.
Advertisement
"Penemuan tentang inti, komposisi, magnetosfer, dan kutubnya sama menakjubkannya dengan foto-foto yang dihasilkan misi tersebut," ujar penyidik utama Juno, Scott Bolton, dari Southwest Research Institute di San Antonio dalam sebuah pernyataan di podcast Science.
Semenjak tiba di orbit Yupiter pada Juli 2016, hingga saat ini Juno telah membuat lima pengumpulan data -- yang pertama pada 27 Agustus 2016 dan terakhir pada 19 Mei 2017. Sebelum Juno, belum ada pesawat antariksa yang bisa melihat kutub Yupiter dari jarak dekat.
"Anda melihat rona kebiruan ini, dan banyak badai topan yang berputar di sekitar kutub. Ini hampir terlihat seperti kawah meteor, tapi, tentu saja, ini semua atmosfer. Ini semua gas," ujar Bolton.
Dikutip dari Space.com, Jumat (26/5/2017), hingga saat ini belum jelas apa yang memicu topan di kutub, yang beberapa di antaranya bahkan seluas 1.400 kilometer.
"Selama menjalankan misi, kita dapat melihat kutub tersebut dan melihat bagaimana mereka berkembang," kata Bolton. "Mungkin topan itu terus ada di sana, atau mungkin ia datang dan pergi."
Melalui pengukuran yang dilakukan Juno, diketahui pula bahwa medan magnet Yupiter dua kali lebih kuat dibanding prediksi ilmuwan. Data gravitasi tersebut juga melihat banyak gerakan aneh dan mendalam yang mungkin terjadi di dalam Yupiter.
"Yupiter lebih kompleks dari yang kita, gerakan yang terjadi di dalamnya lebih membingungkan. Mungkin saja mereka terbentuk dengan cara berbeda dari apa yang disarankan oleh gagasan sederhana kita," jelas Bolton.
Aurora Jovian
Ilmuwan telah mengetahui bahwa angin Matahari dan rotasi planet adalah salah satu faktor pendorong terbentuknya aurora Jovian--planet gas raksasa dalam tata surya, yakni Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Namun Juno telah memberikan para peneliti kesempatan untuk mempelajari fenomena tersebut dalam detail yang belum terjadi sebelumnya.
Penelitian terbaru yang dipimpin oleh John Connerney dari Space Research Corporation and Goddard Space Flight Center NASA di Maryland, mengungkapkan detail apa yang telah dipelajari tim Juno tentang aurora dan magnetosfer Yupiter dan menemukan sejumlah kejutan di dalamnya.
Sebagai contoh, partikel yang terkait dengan aurora Yupiter terlihat berbeda dengan aurora yang terjadi di Bumi.
"Kami bisa melihat bahwa ia (aurora) tak bekerja persis seperti apa yang kita kira, atau seperti apa yang dilakukan Bumi," kata Bolton.
"Kami tak dapat melihat partikel naik turun di kedua arah seperti apa yang kita kira dapat menyebabkan aurora. Jadi pasti ada sejumlah fenomena aneh yang masih perlu kita sisir dan pahami lebih baik," jelas Bolton.
Orbit yang lebih dekat memungkinkan tim Juno untuk menemukan jawaban terkait aurora di Yupiter.
"Kami memiliki gagasan tentang jalan mana yang harus ditempuh, namun dibutuhkan beberapa data untuk benar-benar menguji teori apa pun yang kami buat dan melihat apakah kami benar," kata Bolton.
Juno diluncurkan pada Agustus 2011 dan tiba di orbit Yupiter pada 4 Juli 2016. Sejak saat itu, pesawat antariksa bertenaga surya itu telah menggunakan delapan instrumen untuk mempelajari komposisi gas raksasa, struktur interior, serta medan magnet dan gravitasi.
Pesawat antariksa itu akan terus terus melanjutkan misinya setidaknya hingga Februari 2018.
Nama Juno berasal dari Dewi Romawi dengan nama yang sama. Ia memiliki kemampuan melihat hal di balik awan untuk melihat kelakuan nakal suaminya, Yupiter, yang bersembunyi di baliknya.
Sama seperti dewi itu, Juno juga dapat mengintip awan tebal Yupiter untuk mempelajari pembentukan dan evolusi planet. Menurut pejabat NASA, informasi itu dapat menjelaskan sejarah tata surya secara keseluruhan.
Advertisement