Bandara Kualanamu Ancaman Baru Burung Migran

Padahal, Deli Serdang dikenal secara global sebagai kawasan yang memiliki spot terbaik untuk persinggahan burung migran.

oleh Reza Efendi diperbarui 29 Mei 2017, 18:02 WIB
Migrasi burung Siberia di pesisir timur Jambi. (Liputan6.com/Jambi)

Liputan6.com, Deli Serdang - Sejak lama Deli Serdang, Sumatera Utara, dikenal secara global sebagai kawasan yang memiliki spot terbaik untuk persinggahan burung migran yang melintasi puluhan negara atau lintas benua. Namun kawasan penting bagi keberadaan spesies burung yang hampir punah ini pun tak lepas dari ancaman.

Menurut Chairunas Adha Putra dari Birding Sumatera, sebuah komunitas pemerhati dan peneliti burung di Sumatera Utara, Indonesia adalah satu dari 22 negara yang dilintasi burung migran, khususnya pada November-Maret untuk mencari makan.

"Di Indonesia, selain di Deli Serdang, burung migran tersebut juga singgah di Kruing (Aceh), Pantai Trisik (Yogyakarta), Pantai Cemara (Jambi), Muara Gembong (Bekasi), Wonorejo (Surabaya), Pantai Benoa (Bali), pesisir Takalar (Sulawesi Selatan), dan Wasur (Merauke)," ucap Adha dalam acara Short Documentary Screening for Celebration World Migratory Bird Day di Medan, Minggu, 28 Mei 2017.

Di Deli Serdang, burung migran tersebut terkonsentrasi di Bagan Percut dan Pantai Labu. Secara umum, pesisir timur Sumatera Utara juga menjadi kawasan penting bagi keberadaan dua spesies yang terancam punah, yakni Bangau Bluwok (Mycteria cinerea), dan Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus).

"Kawasan ini adalah habitat bagi kelompok besar burung pantai migran. Tercatat, 69 spesies burung air dan 34 spesies atau 49 persen yang ada di Indonesia, di antaranya burung pantai migran," ujar dia.

Namun yang menjadi persoalan adalah luas hutan mangrove di Sumatera Utara mengalami penurunan yang sangat drastis, dari 200.000 hektare di tahun 1987 menjadi 31.885 ha di tahun 2001. Sebab, areal hutan bakau berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, permukiman, dan pertambakan.

Bandara Internasional Kualanamu, kata Adha, menjadi ancaman baru terhadap keberadaan burung migran, khususnya di Pantai Labu yang berjarak hanya lima kilometer. Di tahun 2015, dia pernah mengamati burung migran pada pukul 09.00-12.00 WIB, ada 40-50 pesawat take off dan landing.

Burung, dia menjelaskan, memiliki kemampuan untuk mengenali. Karena itu, setiap kali pesawat melintas, burung akan terbang dan kembali lagi. Namun, tidak tertutup kemungkinan burung-burung tersebut akan pergi meninggalkan kawasan tersebut jika merasa sudah tidak lagi nyaman.

"Burung migran, burung pantai secara ekologis tergantung ekosistem pantai. Keperluan istirahat, makan, dan lain-lain. Kalau ada gangguan, tentu akan berpengaruh," kata dia.

Surga Pengamat Burung Migran

Adapun Deli Serdang masuk dalam buku "100 Best Bird Watching" di Asia Tenggara yang ditulis oleh peneliti burung dunia. "Ada kemungkinan Deli Serdang akan dikunjungi pengamat burung karena sudah dikenal global," sebut dia.

Dalam kegiatan yang digelar oleh Birding Sumatera dan Biopalas Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU) bertema "Migrasi Burung dan Manusia Bersama Melewati Waktu" ini juga memutarkan film dokumenter karya fotografer profesional kenamaan, Andi Lubis berjudul Amazing Fly. Film ini tentang burung migran dan burung pantai di Deli Serdang.

"Dulunya saya heran dengan Nchay (nama panggilan Chairunas A Putra) yang meneliti burung. Apa spesialnya burung migran atau burung pantai. Saya ikuti dan akhirnya saya sadar, banyak yang tak saya ketahui. Di situ saya terus belajar dari Nchay, lalu saya putuskan untuk membuat filmnya," katanya.

WMBD di Medan sudah diperingati sejak 2010. Kegiatan sebelumnya berupa pengamatan burung dan seminar. Di tahun 2015, juga dilakukan pemutaran film burung air kepada anak-anak sekolah dasar di pesisir Deli Serdang.

Di tingkat internasional, WMBD ini diperingati sejak 2006 sebagai kampanye meningkatkan kesadaran terhadap konservasi burung migran dan habitatnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya