Liputan6.com, Jakarta Komisi XI DPR kembali meminta pendapat kepada sejumlah pihak terkait seleksi calon Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2017-2022. Masukan salah satunya diberikan oleh Direktur Utama BEI, Tito Sulistio dan Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Fransiscus Welirang.
Untuk diketahui, Komisi XI akan menggelar uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) 14 nama calon Anggota DK OJK mulai 5-8 Juni 2017.
Ketua Umum AEI, Fransiscus Welirang atau yang akrab disapa Franky Welirang berharap pada Anggota DK OJK baru nantinya untuk menambah jumlah perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Termasuk meningkatkan basis investor.
Advertisement
"Harapan lainnya turunkan biaya atau pungutan emiten," tegasnya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/5/2017).
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk itu mengatakan, tidak semua emiten bergerak di sektor keuangan. Ada yang berkutat di sektor properti, manufaktur, pertambangan, perhotelan, namun tarif iuran tahunan sama.
"Kalau sektor keuangan adalah emiten yang di bursa, dan sektor keuangan non emiten juga di bursa, mereka keduanya dipungut iuran. Tapi bagi emiten properti, manufaktur yang dipungut yang hanya di bursa, di luar itu tidak. Jadi ada diskriminasi," Franky menjelaskan.
Franky mengaku lelah karena sudah berupaya membahas persoalan tersebut kepada OJK. Namun hasilnya nihil. Beban iuran ini terus ditanggung emiten sehingga sulit berdaya saing.
"Jadi kami berharap Anggota DK OJK yang baru nanti kurangi pungutan atau non diskriminasi," ucapnya.
Di samping itu, harapan besar lain dari Franky Welirang kepada Anggota DK OJK yang baru, meningkatkan hubungan yang lebih terbuka antara OJK dan pelaku pasar, program pemberdayaan antar asosiasi, peran pembinaan bagi emiten, dan memberikan insentif bagi perusahaan yang mencatatkan saham di BEI atau (Initial Public Offering/IPO), misal insentif perpajakan.
Sementara itu, Direktur Utama BEI, Tito menuturkan, peranan OJK sangat vital dalam sektor jasa keuangan di Tanah Air. Pasalnya, OJK berfungsi mengatur, mengawasi, menyidik, dan memastikan kelancaran usaha dari lembaga-lembaga jasa keuangan yang memiliki aset atau dana kelolaan ribuan triliun rupiah.
"Dana yang diatur besar sekali, di perbankan saja hampir Rp 6.800 triliun, industri keuangan non bank (IKNB) sekitar Rp 2.000 triliun, pasar modal dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 6.300 triliun, outstanding obligasi Rp 2.000 triliun, reksadana Rp 370 triliun, dan perlindungan konsumen," dia menerangkan.
OJK, sambung Tito membawahi dan mengawasi 115 bank umum, 1.630 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), IKNB 149 perusahaan asuransi, dan ratusan lembaga jasa keuangan lainnya. OJK pun diminta meningkatkan dana pensiun yang porsinya baru 2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan pertumbuhan 17 persen per tahun.
"Dana yang diawasi, diatur totalnya mencapai Rp 17 ribu triliun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita saja cuma Rp 2.000 triliun. Konsumen yang harus dilindungi mencapai 203 juta konsumen, jadi bisa dilihat kan dahsyatnya tanggung jawab OJK," paparnya.
Tito berharap, Anggota DK OJK periode 2017-2022 diisi oleh para praktisi yang mengetahui seluk beluk industri keuangan. Hal ini yang terjadi di luar negeri, di mana sebagian besar dari anggota komisioner OJK berasal dari kalangan praktisi.
"Karena penting bagi OJK langsung berinteraksi dengan pasar yang mengetahui gerak denyut jantung dari pasar. Di Inggris misalnya dari 10 orang komisioner, 5-6 diantaranya adalah praktisi pasar. Di Australia, Jerman, Swiss, dan Korea Selatan juga sama," tegasnya.