Liputan6.com,Banjul - Duta Besar RI untuk Senegal merangkap Gambia Mansyur Pangeran melakukan pertemuan dengan beberapa pejabat tinggi Gambia, yaitu Wakil Presiden, Fatoumata Tambajang, Menteri Perdagangan, Integrasi Regional dan Tenaga Kerja, Isatou Touray, dan CEO KADIN Gambia, Alieu Secka.
Pertemuan tersebut bertujuan menjajaki pembentukan Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia dan Gambia untuk meningkatkan volume perdagangan dan kerja sama ekonomi kedua negara.
Pada pertemuan dengan Wapres Gambia, Mansyur menyampaikan bahwa saat ini salah satu fokus kebijakan Indonesia di bidang ekonomi yaitu menjajaki potensi pasar non-tradisional. Khususnya dengan negara-negara Afrika, yang belum dimanfaatkan secara maksimal seperti Gambia.
Mansyur menyampaikan bahwa hubungan kerja sama antara Indonesia dan Gambia telah berlangsung sejak lama. Relasi tersebut dirintis dengan pendirian Agricultural Rural Farmer Training Center (ARFTC) oleh Pemri di Jenoi, Gambia, pada 1998.
"Pendirian ARFTC telah memberikan manfaat yang besar tidak hanya untuk petani Gambia, tetapi juga kepada petani dari negara-negara sekitar di kawasan Afrika Barat," imbuh Mansyur seperti dikutip dari kemlu.go.id, Senin (29/5/2017).
Sementara itu, dari sisi perdagangan, Mansyur menyampaikan bahwa nilai perdagangan antara kedua negara masih tergolong rendah. Bahkan trennya menurun dari US$ 39,27 juta menjadi US$ 24,86 juta atau minus 2,49% untuk periode 2012-2016.
Baca Juga
Advertisement
Disampaikannya bahwa pada tanggal 23 Juli 2016 di Banjul, Gambia, kedua negara telah menandatangani MoU on Protocol and International Conference. Dalam rangka mendukung Gambia sebagai tuan rumah KTT OKI 2018.
Berdasarkan MoU tersebut, pada bulan Agustus 2017 Pemerintah Indonesia akan memberikan pelatihan persiapan penyelenggaraan KTT dimaksud.
Wapres Tambajang dalam tanggapannya menyambut baik dan mengapresiasi berbagai bantuan dan kerja sama yang telah diberikan Indonesia kepada Gambia. Dia menyatakan negaranya terbuka serta siap bekerja sama dengan Indonesia dan dunia internasional di berbagai sektor.
Dia menggarisbawahi berbagai sektor prioritas yang memerlukan bantuan dan kerja sama dari Indonesia, antara lain human capital development, pertanian, industri, perikanan, energi, lingkungan, pemberdayaan perempuan dan pemuda, industri kecil dan kreatif, kewirausahaan dan kesehatan.
Bantuan dan kerja sama tersebut sangat dibutuhkan dalam meningkatkan perekonomian dan mengentaskan kemiskinan, pengangguran serta memperkuat sektor pelayanan publik di Gambia.
Secara khusus, Wapres juga mengharapkan bantuan Indonesia dalam membangun pusat pelatihan kewirausahaan untuk memberdayakan perempuan dan pemuda menjadi pengusaha, yang nantinya dapat menjadi motor penggerak pembangunan Gambia. Wapres Tambajang terinspirasi dari kesuksesan program-program pelatihan dari ARFTC yang telah berhasil meningkatkan kapasitas para petani Gambia dan negara-negara sekitar.
Sementara itu, terkait pembentukan Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia dan Gambia, Menteri Perdagangan, Isatou Touray, menyambut baik usulan kerja sama penurunan tarif dan pembentukan PTA tersebut.
Namun, sebagai anggota Economic Community of West African States (ECOWAS), Gambia terikat dengan kesepakatan regional custom union dan mengusulkan agar pembahasan PTA tersebut dilakukan pada tingkat regional.