Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami peran para direksi PT Diratama Jaya Mandiri untuk mengusut kasus pengadaan helikopter AW 101 milik TNI Angkatan Udara. Kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp 220 miliar.
"Kita tentu akan menggali peran dari pihak swasta apa saja. Apakah perannya personal atau ada peran-peran lain yang saling terkait antara sipil dengan militer, atau pihak perantara dengan pihak lain," jelas juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 29 Mei 2017.
Advertisement
Terkait pemblokiran rekening milik PT Diratama Jaya Mandiri, Febri mengatakan itu kewenangan dari Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Sebab, Puspom TNI lah yang terlebih dahulu meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan.
"Pemblokiran (rekening PT Diratama Jaya Mandiri) itu kewenangan dari POM TNI. Karena, KPK masih di penyelidikan," ujar dia.
Febri juga menuturkan, dalam kasus ini, KPK hanya dapat membidik pihak swasta atau sipil saja. Jika ada pihak yang berasal dari latar belakang militer, itu akan diusut oleh POM TNI.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengumumkan hasil penyelidikan Puspom TNI terkait dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW 101. Hasilnya, ada dugaan korupsi dalam proyek pengadaan alutsista senilai Rp 715 miliar tersebut.
Penyelidikan juga menemukan 10 orang yang diduga terlibat korupsi. Tiga di antaranya dari lingkungan TNI AU, sementara tujuh orang tersangka lainnya dari kalangan sipil.
"Dari hasil pemeriksaan tersebut, penyidik POM TNI punya alat bukti yang cukup dan meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan. Sementara menetapkan 3 tersangka militer, yaitu Marsma FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat akte komitmen PPK dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol Admisitrasi BW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, dan Pelda SS, pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu," beber Gatot di Gedung KPK, Jumat, 26 Mei 2017.
POM TNI juga menyita dan memblokir, serta menjadikan barang bukti rekening atas nama Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp 139 miliar.
Kasus pengadaan Helikopter AW 101 sempat mencuat lantaran Presiden Joko Widodo menolak pengadaan alutsista tersebut. Pengadaan Helikopter AW 101 dibanderol seharga US $55 juta atau sekitar Rp 715 miliar. KSAU memastikan dana pengadaan heli bukan berasal dari Sekretariat Negara melainkan turun langsung dari Dirjen Anggaran ke TNI AU.