Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 8 kementerian berkolaborasi untuk fasilitasi 400 desa yang merupakan kantung-kantung Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menjadi Desa Migran Produktif (Desmigratif). Program ini merupakan terobosan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri menandatangani nota kesepahaman dengan 7 Kementerian. Penandatanganan tersebut dilakukan langsung oleh Hanif dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara; Menteri Kesehatan Nila Moeloek; Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga.
Ada pula Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo; serta perwakilan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN); perwakilan dari Kementerian Pariwisata; perwakilan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri mengungkapkan, target pemerintah membentuk 120 Desmigratif di 2017. Kemudian jumlahnya meningkat menjadi 130 desa sepanjang 2018, dan bertambah lagi menjadi 150 desa di 2019.
Baca Juga
Advertisement
Sayangnya untuk anggaran Desmigratif selama 3 tahun ke depan, Hanif mengaku tidak tahu persis besarannya. Disebutkan anggaran 2018 untuk 130 desa dibutuhkan anggaran sekitar Rp 25 miliar-Rp 30 miliar.
"Jadi totalnya ada 400 desa kantung TKI yang akan difasilitasi sebagai Desmigratif. Dari 120 desa tahun ini, meliputi 100 desa di 50 Kabupaten/Kota asal TKI dan 20 desa di 10 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Jadi kami kasih treatment khusus di NTT," kata Hanif saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (30/5/2017).
Desmigratif merupakan terobosan Kemenaker dalam memberdayakan, meningkatkan perlindungan, dan pelayanan terhadap TKI, calon TKI, dan keluarga TKI, mulai dari desa yang menjadi kantung-kantung TKI.
"Desmigratif ini bisa jadi solusi dari negara untuk meningkatkan pelayanan perlindungan kepada TKI, calon TKI, dan keluarganya. Ini menggandeng kementerian terkait, dan pemerintah desa dalam pelaksanaannya," dia menjelaskan.
Adapun ruang lingkung kerja sama antar kementerian ini meliputi 4 pilar, yakni pelayanan migrasi, usaha produktif, community parenting, dan koperasi. Hanif menerangkan, dalam pelayanan migrasi, calon TKI yang akan berangkat bekerja di luar negeri difasilitasi pelayanan migrasi di tingkat desa.
"Ini penting sekali karena selama ini calo, banyak di desa, yang direkrut pun orang desa. Ketika Pemda terlibat dalam proses ini, maka data makin komplit, jadi tahu siapa yang pergi dan siapa TKI yang akan pulang. Karena pengalaman kami, ada TKI yang meninggal, pas dikirim ke kampung halaman ternyata bukan orang daerah itu," tutur dia.
Pilar selanjutnya, usaha produktif. Pemerintah, Hanif menambahkan, akan memfasilitasi suami atau istri yang ditinggal di Indonesia saat salah satunya menjadi TKI. Pemerintah akan memberikan kegiatan pelatihan, pengembangan kewirausahaan, pendampingan, hingga pemasaran.
"Kalau kami punya pelatihan, akan dilatih. Jika menyangkut e-commerce atau online maka membutuhkan akses internet yang bisa difasilitasi Kemkominfo," papar Hanif.
Pilar ketiga, community parenting. Program ini tidak hanya menyentuh TKI, tapi juga anak-anak para TKI atau calon TKI yang ditinggal di Tanah Air. Mereka dipastikan tetap mendapatkan pendidikan yang layak, peningkatan kreativitas melalui taman bacaan, dan sebagainya.
"Keempat, pilar koperasi. Dalam rangka mendorong pengembangan ekonomi. Supaya remitansi atau uang yang dikirim tidak habis percuma untuk kegiatan konsumtif, melainkan sesuatu yang produktif. Jadi perlu dilakukan pengelolaan yang tepat terhadap remitansi," Hanif mengatakan.
Melalui program Desmigratif, pemerintah dapat meningkatkan tata kelola TKI secara baik, mengurangi terjadinya perdagangan manusia di sejumlah desa di kantung-kantung TKI. "Dengan demikian, kita bisa meningkatkan daya saing terhadap sumber daya manusia yang besar, yang menjadi keunggulan bangsa Indonesia," kata dia.