Internet dan Bahaya Terorisme Lone Wolf

Gadget digunakan kelompok terorisme untuk menyebarkan paham radikal dan berbaiat.

oleh Andrie Harianto diperbarui 31 Mei 2017, 19:19 WIB
Kepala BNPT Suhardi Alius. (Liputan6.com/Faisal R Syam).

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius mengatakan, fenomena lone wolf dalam gerakan terorisme tidak bisa dipandang sebelah mata. Lone wolf merupakan istilah teror yang tidak memiliki jaringan dan bergerak tidak terorganisir.

Jenderal bintang tiga ini mencontohkan lone wolf yang diamankan BNPT, yaitu seorang pemuda dari salah satu daerah di Jawa Barat.

Remaja itu diketahui kerap berkomunikasi dengan Muhammad Bahrunnaim, anggota ISIS asal Indonesia yang terindikasi menggerakkan beberapa teror di Indonesia dengan sasaran aparat.

"Sekarang sudah kita amankan, bayangkan saja sejak dia kelas 5 SD sampai kelas 1 SMA online dengan Bahrunnaim, sampai dia bisa buat bom asap, tinggal bom yang lain saja," kata Suhardi saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (31/5/2017).

Suhardi mencontohkan kasus Ivan, bomber Gereja Santo Yosep, Medan, Sumatera Utara. "Dia berbaiat sendiri, brain washing dilakukan di internet," kata mantan Kabareskrim ini.

Menurut Suhardi, remaja yang tengah berkembang dan emosional serta mencari jati diri adalah sasaran kelompok teror dalam menyusupkan paham radikal. Tidak usah bertatap muka, cukup dengan  teknologi informasi paham radikal disusupkan.

"Dulu mungkin sifatnya segmentasi, baiat offline, tatap muka. Sekarang dengan teknologi informasi, dunia dalam genggaman. Ini yang musti diwaspadai, dengan teknologi informasi seperti itu tidak ada lagi ruang-ruang privat," jelas Suhardi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya