Liputan6.com, Jakarta - Rapat Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang (RUU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme antara DPR dengan pemerintah, menetapkan masa penangkapan terduga teroris dapat dilakukan paling lama 14 hari.
Rapat Panja berlangsung alot. Rapat selama tiga jam tersebut berkutat dengan bahasan Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Advertisement
Awalnya pasal tersebut diusulkan memuat ketentuan penangkapan terduga teroris paling lama dilakukan selama 30 hari hingga akhirnya kini pemerintah mengusulkan menjadi 14 hari.
Hanya saja yang akhirnya baru disetujui oleh DPR dan pemerintah dalam rapat tersebut adalah ayat 1 yang mengatur soal masa penangkapan selama 14 hari.
Pasal 28 ayat (1): Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari.
Sementara itu mengenai pasal 28 ayat (2) masih belum ada keputusan bulat antara Pemerintah dan DPR RI.
Ayat (2) membahas soal perpanjangan masa penangkapan terduga teroris. Perpanjangan ini diusulkan bisa dilakukan berdasarkan persetujuan Kejaksaan Agung.
"Saya kira paling tidak kita sudah dengarkan argumen, kenapa 14+14, 14+7, 7+7. Masing-masing kita berkoordinasi dengan fraksi masing-masing sampai rapat minggu depan," ujar Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Muhammad Syafi'i, di Gedung Nusantara II Lantai 2, Senayan, Jakarta, Rabu, 31 Mei 2017.
"Kalaupun ada mekanisme kami akan senang bahwa itu kita atur supaya akuntabilitasnya terjamin. Ayat satu mungkin bisa diketok, ayat duanya nanti," tambah dia.
Masih belum bertemunya kesepakatan antara DPR dan pemerintah terkait ayat (2) yang membahas soal perpanjangan masa penangkapan terduga teroris maka pembahasan tersebut dilanjutkan pada minggu depan.
Ke-10 Fraksi di DPR lengkap hadir dalam rapat, yakni F-Nasdem, F-PPP, F-PKS, F-PKB, F-Hanura, F-Demokrat, F-Golkar, F-Gerindra, F-PAN, dan F-PDIP.
Perwakilan dari pemerintah, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Enny Nurbaningsih menyatakan, pengurangan jumlah dari 30 hari menjadi 14 hari dilakukan karena pertimbangan sulitnya mendapatkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan terduga teroris menjadi tersangka pasca penangkapan.
"Penangkapan ini memang tidak 30 hari pada akhirnya, berubah menjadi 14 hari," ujar Enny.
Menurutnya, waktu 7x24 jam yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme terlalu sempit bagi pihak kepolisian menemukan alat bukti dan mengembangkan penyidikan.
Masa waktu tersebut, ujar Enny, dianggap menyulitkan penyidik menemukan satu proses terorisme yang utuh, mulai dari pembentukan motivasi, ideologi, permulaan perbuatan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pasca kejadian.
Enny menambahkan, terorisme bukan tindak pidana biasa tetapi serious crime yang perlu ditangani khusus.
"Terorime menggunakan pola intelijen. Tidak mudah terdeteksi sehingga kalau waktu penangkapan singkat, kami tidak bisa mengungkap sampai ke akar," pungkas Enny.