Timah hingga Aspal, Racun dalam 6 Produk Kecantikan di Masa Lalu

Orang sering lupa bahwa produk-produk berbahaya dan beracun seringkali dipasarkan khusus kepada kaum wanita.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 01 Jun 2017, 18:36 WIB
Pernah mengalami cat kuku yang tumpah saat sedang mengaplikasikannya pada kuku Anda? Jangan panik dulu, atasi dengan cara berikut

Liputan6.com, Jakarta - Demi penampilan, orang bisa melakukan cara apapun agar tampak muda, bersih, ceria, dan sejumlah kualitas lain. Bahkan ada juga yang menggunakan zat-zat berbahaya.

Sejarah mengajarkan bahwa, di masa Ratu Elizabeth, kaum wanita menyenangi kosmetik berbahan timah (lead). Bahkan kandungan arsenik bertebaran di berbagai produk.

Orang sering lupa bahwa produk-produk berbahaya itu seringkali dipasarkan khusus kepada kaum wanita, biasanya sebagai bahan kecantikan atau pembantu kesehatan.

Kita mengira semua itu adalah permasalahan di masa lalu. Tapi, seperti dikutip dari Bustle pada Kamis (1/6/2017), segala zat dan bahan berbahaya itu masih ada di antara produk-produk modern.

Berikut ini adalah enam produk berbahaya masa lalu yang dipasarkan khusus dengan membidik kaum wanita:


1. Cairan Pembilas Kelamin

(Sumber Twitter/@just_amine_girl)

Fenonema membilas vagina merupakan salah satu hal yang oleh para dokter dan pakar kesehatan dianggap tidak berguna dan menjadi masalah bagi keseimbangan flora dalam kelamin wanita.

Tapi, di awal Abad ke-20, praktik pembilasan (douching) gencar dipasarkan kepada kaum wanita sebagai penyelamat pernikahan dan, seperti dikatakan Mother Jones pada 2012, sebagai suatu cara KB. Disebut penyelamat pernikahan karena para suami dianggap tidak menyukai wangi kelamin wanita.

Padahal, pembilasan tidak efektif untuk KB dan bahkan berbahaya. Pada 1953, Lysol menjadi merek paling populer di pasar. Produk perusahaan itu mengandung timah yang dapat menimbulkan luka bakar atau bahkan mematikan. Pembilas modern memang tidak seburuk itu, tapi praktik itu tidak banyak membawa manfaat.


2. Barbiturate

Veronal. (Sumber Wellcome Images)

Cara pemasaran pengurang rasa nyeri pada kaum wanita sejak Abad ke-19 melibatkan perkembangan zat-zat kimia dan pemati rasa.

Pada 1800-an, mulai dari sakit saat melahirkan, "keluhan syaraf", histeria, hingga nyeri saat menstruasi, kaum wanita dibujuk menggunakan laudanum, suatu kombinasi opium dan alkohol.

Mereka kemudian menjadi pasar yang dibidik untuk obat jenis baru, yaitu zat barbiturate.

Salah satu merek yang paling tersohor adalah Veronal, keluaran tahun 1903. Merek itu pun menjadi kegemaran wanita terkenal saat itu, misalnya Virginia Woolf.

Zat tersebut dimaksudkan untuk membantu tidur dan menenangkan "syaraf yang tegang", yang saat itu dianggap menjadi masalah khusus wanita. Tapi, zat itu menimbulkan kecanduan.

Seiring berjalannya waktu, perusahaan farmasi pembuat zat-zat penolong kesehatan mental semakin netral secara gender dalam melakukan pemasaran. Menurut Time, obat Valium sempat dijuluki "Mother's Little Helper", sesuai dengan nama lagu kelompok Rolling Stone yang terbit pada 1966.

Dalam kenyataannya, perusahaan-perusahaan farmasi memasarkan kepada kaum pria dan wanita.


3. Rokok Kaum Wanita

(Sumber Twitter/@getbettermx)

Di awal Abad ke-20, industri rokok tidak tanggung-tanggung berjualan. Ketika di kalangan wanita ada pandangan bahwa merokok itu jorok dan praktik merokok sebagai pertanda kalangan bawah atau moral yang rusak, maka Lucky Strike memasarkan produknya malah langsung kepada kaum wanita.

Mereka menggelar iklan-iklan glamor dan menyisipkan rokok dalam film-film Hollywood, misalnya menjadi rokok yang dihisap oleh para bintang terkenal, agar rokok dipandang sebagai cara bersantai yang anggun.

Itu bukan satu-satunya pemasaran rokok kepada kaum wanita. Mereka juga menjadi sasaran suffragette, yaitu pergerakan persamaan hak wanita. Dalam suatu episode tayangan Minggu Paskah 1929, seorang petinggi humas perusahaan menggelar sekumpulan wanita muda merokok saat Pawai Paskah di New York.

Menurut pria itu, rokok adalah "obor kebebasan" dan dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kaum wanita melepaskan belenggu penindasan kaum seksis sehingga boleh merokok di muka umum, sama halnya dengan kaum pria. Hasilnya adalah kemenangan bagi upaya pemasaran, bukan bagi gagasan feminisme itu sendiri.


4. Pelindung Puting Susu

(Sumber Twitter/@MadameGilflurt)

Salah satu yang paling mencemaskan yang pernah dipasarkan kepada kaum wanita adalah pelindung puting payudara yang terbuat dari bahan timah. Produk itu cukup banyak dipakai sebalum 1930-an. Melindungi puting saat menyusui dimaksudkan untuk mencegah puting merekah atau lecet.

Menjelang Abad ke-20, orang mulai menyadari bahwa timah dalam jumlah besar bukanlah sesuatu yang baik. Tapi, seperti dijelaskan dalam College of Physicians, para pembuat produk sesumbar bahwa pelindung luwes itu bukan sekedar melindungi puting dari rekahan.

Kombinasi susu dalam pelindung itu dan timah akan menciptakan "susu bertimah" yang akan membantu menyembuhkan puting.

Walaupun pelindung itu diduga "tidak mencederai bayi," kaum ibu dianjurkan agar menyeka tuntas payudara mereka sebelum menyusui agar membersihkan sisa timah.

Ternyata, akibatnya malah cedera dan mematikan bukan kepada kaum ibu, tapi kepada anak-anak. Menjelang 1930-an, akhirnya diakui bahwa gagasan produk itu mengerikan dan pihak berwenang mulai memusnahkannya.


5. Pewarna Membutakan untuk Bulu Mata

(Sumber Twitter/@US_FDA)

Kehadiran Lash Lure dalam kancah kecantikan Amerika sekitar 1930-an amat dirasakan karena 2 alasan. Pertama adalah popularitas, karena zat warna bulu mata itu disebut-sebut bisa menggelapkan secara indah sehingga dipakai secara meluas.

Alasan lainnya adalah karena zat itu sangat bermasalah sehingga menyebabkan pergeseran keseluruhan cara memasarkan dan melakukan pengaturan produk di seluruh Amerika Serikat.

Ternyata, Lash Lure menggunakan zat pewarna aniline yang diperolah dari aspal (tar) batu bara yang, dalam suatu kasus, menyebabkan kebutaan pada seorang wanita.

Produk itu berbahaya karena mencetuskan potensi reaksi alergi pada beberapa orang, dan pemberitaan tentang kasus itu pada 1933 sedemikian gencarnya sehingga, pada 1938, berdampak kepada amandemen aturan Food & Drug Act 1908.

Aturan baru itu menjadi Food, Drug and Cosmetics Act 1938, yang berperan sebagai landasan regulasi modern pada produk di pasaran dan keamanannya.


6. Krim Pemutih Beracun

(Sumber Twitter/@qz)

Zat pemutih yang dimaksud dimulai pada Abad ke-17 dan berlanjut hingga Abad ke-21 dengan formulasi yang berbeda namun tetap berbahaya. Dulunya, pigmentasi yang dipakai berdasarkan timah.

Di Abad ke-19, campuran pemutih semisal "Laird's Bloom of Youth" bahkan mengandung berbagai zat termasuk asam karbolik yang tetap saja berbahaya. Racun dalam krim demikian menghadirkan potensi "krisis kesehatan publik" di beberapa negara Asia dan Afrika karena popularitasnya baik untuk pria maupun wanita.

Laporan Vice pada 2015 menyebutkan bahwa Pantai Gading di Afrika telah melarang krim apapun yang mengandung hidroquinone lebih dari 2 persen, merkuri, dan beberapa bahan beracun lainnya.

Pada 2010, sekitar 10 persen krim pemutih kulit yang diuji oleh seorang ahli kimia terungkap mengandung merkuri dalam jumlah yang cukup untuk merusak ginjal secara perlahan-lahan.

Krim demikian juga keterlaluan berkaitan urusan seksisme dalam pemasaran. Pada 2016, CNN melaporkan adanya krim pemutih di Thailand yang cuplikan kalimat iklannya berbunyi, "Hanya karena putih saja kamu akan menang."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya