Liputan6.com, Semarang - Robert, warga Pedurungan Tengah, Semarang, Jawa Tengah, masih asyik menemani dua anaknya pada Senin tengah malam, 29 Mei 2017. Mereka sibuk menyiapkan makan sahur karena istri Robert sudah meninggal dunia.
Dua anaknya yang masih kecil itu praktis hanya ditemani ayahnya saja. Mereka sebelumnya bersama warga Tanjungsari Pedurungan Tengah menyalakan kembang api sebagai hiburan.
Ketika asyik menyiapkan makan sahur, tiba-tiba pintu rumahnya diketuk. Ketika dibuka, ternyata serombongan polisi sudah di depan pintu. Dengan sopan, polisi itu meminta agar Robert ikut mereka ke Kantor Polsek Pedurungan yang berjarak sekitar 500 meter. Tak bisa membantah, Robert menuruti apa yang diinginkan para polisi itu.
Robert diperiksa di Mapolsek Pedurungan, Semarang, Jawa Tengah, karena diduga memiliki dan menyimpan sejumlah kembang api yang bahannya dari kertas-kertas yang terdapat huruf Arab. Polisi menduga itu adalah kertas yang berasal dari Alquran.
Setelah diperiksa sudah menjelang habis waktu sahur, Robert dipulangkan. Praktis, ia tidak memiliki banyak waktu untuk membantu putrinya yang masih 13 tahun dan putranya yang masih berusia sembilan tahun.
Baca Juga
Advertisement
Kanit Reskrim Polsek Pedurungan, AKP Ali Santoso, membenarkan adanya peristiwa itu. Ia mengakui ada anggotanya yang meminta Robert untuk datang ke Mapolsek Pedurungan, Senin malam.
"Kembang api kami sita hari Senin (29/5/2017) lalu pukul 23.00 WIB," ucap Ali, Kamis, 1 Juni 2017.
Hasil pemeriksaan terhadap Robert, polisi menyimpulkan bahwa kembang api itu dibeli dari seorang pedagang yang berada di Jalan Gajahmada. Setelah diperiksa, bahan-bahan sejumlah kembang api yang dijual adalah kertas-kertas bertuliskan huruf Arab.
Penelusuran polisi, kembang api itu diproduksi oleh salah satu perusahaan di Madiun, Jawa Timur. Saat ini kasus tersebut juga ditangani Polrestabes Semarang.
Reaksi Warga
Tindakan polisi menjemput Robert tengah malam ketika menyiapkan makan sahur dua anaknya yang masih kecil itu mendapat reaksi dari warga. Salah satu warga Tanjungsari, Pedurungan Tengah, Semarang, yang merupakan tetangga Robert menyesalkan hal itu.
Menurut dia, dalam kapasitasnya sebagai saksi, tidak selayaknya ia dipaksa ke kantor polisi saat tengah malam.
"Beliau adalah warga yang baik. Hobinya memang menyalakan kembang api. Dan, ia harus merawat dua anaknya setelah beberapa tahun istrinya meninggal," kata salah satu warga yang minta dirahasiakan namanya.
Bukan tanpa alasan kalau warga tadi minta namanya dirahasiakan, sebab yang melaporkan Robert ke polisi adalah tetangga lain yang berprofesi sebagai polisi. Warga tadi merasa tidak enak hati.
Ulah polisi yang memaksa membawa seseorang sebagai sebagai saksi tanpa melihat waktu dan kerepotan si saksi memancing pertanyaan. Setidaknya warga Tanjungsari, Pedurungan Tengah, mengaku trauma menyalakan kembang api apalagi berurusan dengan polisi.
"Kalau sudah begini, siapa yang bikin resah? Polisi yang memaksa warga menjadi saksi tengah malam, ataukah selongsong kembang api berhuruf Arab yang sebenarnya bisa ditindaklanjuti keesokan harinya, karena tempat pembelian sudah diketahui," ujar dia.
Apalagi sebelumnya, mereka sudah sepakat bahwa Robert dan polisi tetangga tadi akan menindaklanjuti dengan laporan keesokan harinya. "Biar anak-anak bisa makan sahur," kata warga tadi.