Hipnoterapi: Kenapa Anak Agresif dan Suka Mengumpat?

Setelah menjalani hipnoterapi, terungkap penyebab anak menjadi agresif dan suka mengumpat

oleh Widya Saraswati diperbarui 02 Jun 2017, 10:00 WIB
Ilustrasi anak menangis (Foto : iStock)

Liputan6.com, Jakarta Akhir pekan itu datanglah sepasang orangtua muda dan tiga anaknya ke tempat praktik hipnoterapi saya. Si sulung berusia 11 tahun, sebutlah namanya Ilham. Oleh orangtuanya, Ilham dinilai sebagai anak  nakal dan sering membuat malu.

“Kami beberapa kali dipanggil ke sekolah karena ulahnya,” ujar ayah menahan amarah. “Dia sebetulnya anak yang pintar, tapi sering memukul temannya dan mengumpat dengan kata-kata kotor yang tidak pantas diucapkan. Kami tidak pernah mengajari bicara kasar,” sambung ibu.

Kedua orangtua yang tampak agamis itu terlihat sangat kecewa oleh ulah Ilham di sekolah. Apalagi di rumah juga sering mengganggu adiknya. Makin habislah kesabaran ayah dan ibunya. Ilham pun mulai menerima hukuman dari ayah dan cubitan-cubitan dari ibu, selain bentakan dan omelan.   

“Makin dikasih tahu makin menjadi-jadi, ya?” tanya saya.“Betul!” jawab kedua orangtuanya kompak.“Anda pun kerap berucap ‘Kamu memang enggak bisa dibilangin!’”

Si ayah menyahut, “Betul. Saya sudah sering bilang begitu.”

“Kalau dinasihati masuk kuping kiri keluar kuping kanan, enggak pernah memerhatikan!”

“Iya, betul, Bu. Saya sering bilang seperti itu. Tapi tetap saja enggak nurut,” ujar sang ibu.  

Mungkin sebagai orangtua Anda juga sering mengucapkan kalimat-kalimat sejenis. Namun anak-anak tidak berubah, sehingga Anda puyeng lalu mencari bantuan profesional.

 


Tidak ada anak nakal

Sebetulnya tidak ada anak nakal, yang ada adalah orangtua yang tidak tanggap terhadap kebutuhan anak. Oleh sebab itu anak membuat sinyal yang lebih kuat melalui perilaku mereka, supaya orangtua dapat memahami. Bukannya paham, orangtua bahkan semakin salah mengerti ulah anak, lalu melabeli dengan sebutan nakal, bandel, brengsek, bego, kurang ajar dan lain-lain. Demikian pula yang terjadi pada Ilham.

Melalui hipnoterapi terungkap bahwa sebetulnya anak sulung dari tiga bersaudara itu hanya ingin diperhatikan oleh ayah dan ibunya. Ia merasa terpinggirkan dan terabaikan sejak adik-adiknya satu per satu lahir. Ilham merasa kasih sayang ayah dan ibunya tercurah untuk kedua adiknya saja. Dia selalu diminta mengalah dan mendahulukan adik.

Kalau Ilham meminta ditemani belajar, ibu selalu menghardik, “Kamu sudah besar! Kamu enggak ngerti Mama sibuk ngurus adik!?”. Bahkan ketika meminta ayah menggandengnya saat berjalan ke tempat sembahyang di dekat rumah, tangannya ditepis dengan kasar. Begitu juga saat meminta ditemani tidur, baik ayah maupun ibu tidak ada yang peduli, bahkan disebut banyak ulah.

Sementara itu setiap hari ia menyaksikan kedua adiknya mendapatkan pelayanan dan bantuan dari kedua orangtua. Mereka ditemani, dibelai, dipeluk, disuapi bahkan dinyanyikan.  Apa yang dirasakan Ilham?

“Di dada kayak mau meledak kalau menahan enggak ngumpat.  Rasanya sesak, sulit bernapas dan kepala jadi pusing. Kalau habis ngumpat, rasanya lega,” ungkap Ilham yang hampir setiap 10 menit sekali mengumpat dan mengeluarkan suara-suara aneh.

Adapun kebiasaannya memukul teman atau adik, oleh pikiran bawah sadarnya disebut sebagai cara menunjukkan bahwa Ilham anak yang kuat. “Kalau dimarahi Papa dan Mama jadinya kuat,” begitu alasannya.

Usai terapi, setelah saya jelaskan apa yang melatarbelakangi perilaku Ilham, ayahnya membenarkan bahwa dia dan isteri sengaja bersikap tidak memberi perhatian khusus. Alasannya adalah bahwa Ilham anak sulung, dia harus bisa mandiri.

“Beberapa kali Ilham memang bilang ingin digandeng Papa, tapi setiap dia berusaha memegang tangan saya, selalu saya tolak,” ungkapnya.

Ibaratnya, Ilham sudah ‘berteriak sangat kencang’ meminta perhatian, namun orangtua tetap menolak. “Soalnya saya khawatir dia manja dan jadi homo,” dalih sang ayah. Pemikiran keliru dan membuat tangki cinta anak menjadi kosong.

 


Pelajaran yang bisa dipetik

Note:

Apa pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Ilham?

1.    Orangtua adalah figur otoritas, apa yang Anda ucapkan dipatuhi oleh anak. Pilihlah kalimat yang tepat, sesuai yang Anda inginkan terjadi. Kalau Anda bilang, “Kamu selalu bandel!” maka itulah yang dia lakukan. Kalau Anda berkata, “Kakak hebat, sayang sama adik,” dia pun akan melakukannya.

2.    Anak-anak berulah biasanya karena butuh perhatian orangtua. Sebaiknya tidak diberi label, melainkan dicari apa yang latar belakangnya.

3.    Perhatian orangtua tidak membuat anak manja. Anak menjadi manja bila orangtua tidak melatih anak bertanggungjawab.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya