Liputan6.com, Jakarta Bawang putih menjadi komoditas pangan yang menyumbang inflasi cukup besar di Mei ini sebesar 0,08 persen dari realisasi inflasi di bulan kelima sebesar 0,39 persen. Hal ini karena harga jual bawang putih sangat mahal menjelang puasa akibat para penimbun dan spekulan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan, inflasi 0,39 persen di bulan Mei lantaran terjadi kenaikan harga di seluruh kelompok pengeluaran. Paling besar dari bahan makanan yang mencatatkan inflasi 0,86 persen dengan andil 0,17 persen.
Advertisement
"Contohnya bawang putih sumbangan ke inflasinya 0,08 persen, telur ayam ras 0,05 persen, dan daging ayam ras 0,04 persen," ujar Kecuk di kantornya, Jakarta, Jumat (2/6/2017).
Lebih jauh katanya, harga bawang putih naik tinggi menjelang puasa karena permintaan meningkat, sementara pasokan tidak memadai atau tidak mencukupi. Faktor penyebabnya aksi para spekulan maupun penimbun bawang putih yang menyebabkan harga kian melambung.
"Harga bawang putih agak lepas. Ini karena permintaan naik ketika suplai tidak cukup. Juga ada spekulan jahat, mereka mulai ditangkap dan ini langkah bagus dari pemerintah. Bagaimana mungkin harga ditentukan sama spekulan," kata Kecuk.
Padahal, ujarnya, Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah untuk tiga komoditas, yakni daging beku Rp 80.000 per kilogram (kg), gula pasir Rp 12.500 per kg, dan minyak goreng Rp 11.000 per kg sangat efektif menekan harga.
"HET sangat mempengaruhi. Buktinya gula pasir deflasi 0,01 persen dan harga daging sapi juga relatif stabil," Kecuk menjelaskan.
Dari pantauan Liputan6.com di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, harga bawang putih ini kini lebih stabil setelah sebelumnya sempat melejit hingga Rp 65 ribu per kilogram. Harga bawang putih sekarang ini berkisar Rp 50 ribu per kg atau masih terlalu mahal dari harga normal dari bawang putih sebesar Rp 35 ribu per kg.