Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta lebih serius menekan aksi penimbunan bahan pangan oleh oknum tertentu. Aksi para spekulan kerap berdampak ke lonjakan harga pangan, terlebih saat Ramadan dan jelang Lebaran.
Pengamat Kebijakan Pangan Suwidi Tono mengapresiasi langkah pemerintah yang aktif melakukan inspeksi mendadak (sidak) jelang Ramadan. Namun itu dinilai belum cukup. Masih ada beberapa langkah yang harus pemerintah lakukan untuk mengurangi spekulasi harga di berbagai daerah.
"Sidak pasar itu mekanisme ad-hoc dan shock therapy bagi para spekulan yang mencoba mendulang untung secara tak wajar. Akan lebih baik kalau pola monitoring harga dilembagakan dalam sistem yang akuntabel. Artinya, semua pihak seperti pemerintah, pedagang, konsumen, dan lain-lain punya alat kontrol yang akuntabel dan transparan untuk mengetahui sisi supply and demand sebagai dasar pembentukan harga di pasar," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (2/6/2017).
Baca Juga
Advertisement
Suwidi mengatakan, kurangnya informasi terkait harga dan pasokan pangan mengakibatkan distorsi harga. Hal tersebut karena sistem monitoring yang belum maksimal dan regulasi yang belum bersinergi dengan baik satu sama lain.
"Sistem monitoring dan evaluasi harga harus terus di-update, bukan hanya untuk keperluan momen khusus seperti Ramadan dan Idul Fitri saja, melainkan melembaga sampai ke daerah setiap saat," dia menuturkan.
Selain itu, marjin keuntungan dalam tata niaga seharusnya dinikmati produsen yaitu petani dan peternak, bukan broker atau pedagang. Regulasi tata niaga komoditas pangan strategis harus menjamin hal ini sekaligus membuat harga tidak merugikan konsumen.
"Dengan begitu, akan jauh mengurangi spekulasi harga karena jaringan informasi harga beserta sisi supply and demand dapat terhubung sehingga semua pemangku kepentingan dapat memonitor stok dan harga di masing-masing daerahnya," kata dia.
Pemerintah juga harus lebih berani menindak tegas para spekulan yang sampai saat ini masih menjadi bayang menakutkan bagi masyarakat.
"Produsen dan konsumen dirugikan. Apalagi pemerintah sudah punya data distributor besar beserta outlet-nya sehingga pelanggaran terhadap kesepakatan harga mereka, tindakan yang tidak dapat ditolerir. Cabut SIUP atau lisensi impornya," dia menandaskan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita sebelumnya menyatakan pemerintah berkomitmen untuk menjaga stabilitas pangan. Melalui Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang terbentuk, hingga kini sudah ada 6 perusahaan importir dan industri yang dibekukan izinnya.
Enam perusahaan ini terdiri dari importir produk hortikultura hingga pelaku industri yang menjual gula rafinasi ke pasar.
Menurut di, langkah yang dilakukan ini memang harus cepat dan tegas guna memberikan efek jera pada pengusaha yang melakukan kecurangan. “Mereka sudah terkena (kasus) kalau importir pasti sudah kami bekukan dahulu izinnya. Ada yang sudah kami bekukan kira-kira enam (perusahaan),” ungkap dia.
Dengan adanya Satgas Pangan, Enggar yakin gejolak harga pangan di pasar pada bulan puasa tahun ini tidak akan terlalu besar. "Dengan adanya Satgas, pengecekan sampai di Polres. Dengan jaringan yang kuat mempunyai data dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian crossing sehingga Satgas lihat dan pantau,” kata dia.