Curhat Kapolda Riau soal Kasus Pemerasan Tahanan Rutan Pekanbaru

Hampir sebulan berlalu, Kapolda Riau yang berjanji menangkap otak kasus pemerasan tahanan masih menemui tembok penghalang.

oleh M Syukur diperbarui 04 Jun 2017, 09:02 WIB
Kapolda Riau Brigjen Pol Zulkarnaen (kiri) bersama dua Mantan Kapolda Riau Irjen Pol Dolly Bambang Hermanto dan Brigjen Pol Suprianto mengikuti Rapat Panja Pengawasan Kebakaran Hutan dan Lahan, Jakarta, Kamis (27/10). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Pekanbaru - Proses penyidikan kasus pemerasan terhadap narapidana di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas II B Pekanbaru tersendat setelah menjaring dua tersangka. Keduanya yang berinisial RR dan MK terkesan melindungi petugas Rutan lainnya yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Tak hanya itu, penyembunyian informasi diduga juga dilakukan sejumlah pegawai Rutan Pekanbaru yang diperiksa sebagai saksi. Mereka terkesan melindungi sesuatu dari kasus yang memicu kerusuhan hingga kaburnya 478 tahanan pada Jumat, 5 Mei 2017.

Meski demikian, Kapolda Riau Irjen Pol Zulkarnain Adinegara menyatakan terus melakukan pengusutan sehingga kasus ini tidak berhenti pada dua tersangka tersebut.

"Petugas ataupun oknum Rutan ini ‎mempersulit, memberikan keterangan berbelit, tidak kooperatif dan tidak terbuka," kata Zulkarnain, Jumat siang, 2 Juni 2017.

Sikap pegawai Rutan Pekanbaru itu, disebut Zulkarnain, memperlambat penyidikan. Meski demikian, Kapolda menegaskan bakal terus mengusut keterlibatan pihak lain hingga melacak aliran dana dugaan pemerasan.

"Kami akan kembangkan (penyidikan) ke siapa nanti (aliran dananya)," kata mantan Kapolda Maluku Utara ini.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo menyebut tersangka RR dan MK‎ merupakan staf pengamanan Rutan di Jalan Sialang Bungkuk, Kecamatan Tenayanraya, Pekanbaru itu.

"Keduanya menerima penyerahan uang dari narapidana, baik tunai maupun melalui rekening. Jumlahnya jutaan rupiah," kata Guntur di Mapolda Riau.

Mantan Kapolres Pelalawan itu menerangkan, uang itu merupakan imbalan dari narapidana yang ingin pindah blok, misalnya dari C ke A. Blok A menjadi tujuan karena masih sepi tahanan dan terbilang luas, beda dengan blok C yang sudah padat.

Menurut Guntur, penetapan keduanya merupakan hasil penyidikan berupa pengumpulan bukti seperti buku rekening dan pemeriksaan 22 saksi dari pegawai Rutan, keluarga narapidana dan tahanan sendiri.

Guntur memastikan kasus ini tidak berhenti pada dua tersangka saja. Ia menyebut kasus yang ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus ini masih mengusut keterlibatan pihak lainnya, termasuk mantan Kepala Rutan di sana.

"Kepala ‎Rutan masih akan didalami. Yang sudah diperiksa sebanyak 22 saksi dari petugas Rutan, napi dan keluarga tahanan," kata Guntur.

‎Guntur menyebut tersangka dijerat dengan Pasal 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tndak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun dengan denda minimal Rp 250 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Guntur juga menyampaikan, selain pemerasan atau pungutan liar, pihaknya juga mendalami tindak pidana pencucian uang. Hanya saja penyidik masih fokus pada dugaan pungli.

"Untuk pungli saja dulu dan nantinya akan mengarah ke sana (TPPU)," kata Guntur.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya