Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah secara resmi mendirikan Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) melalui Perpres No.53 Tahun 2017. BSSN terbentuk dari peleburan dua institusi yakni Lembaga Sandi Negara serta Ditjen Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Pakar bidang ilmu forensik digital Ruby Alamsyah menilai, pembentukan BSSN di Indonesia bisa dikatakan terlambat. Pun demikian, ia mengatakan hal itu tidak masalah asalkan BSSN bisa langsung beroperasi.
"Memang terlambat, terlebih perkembangan kejahatan siber terus tumbuh, baik di lokal maupun internasional. Tapi terlambat tidak masalah, asalkan BSSN bisa segera dioperasikan," katanya.
Baca Juga
Advertisement
Melalui keterangan resminya, Senin (5/6/2017), Rubi menegaskan bahwa pengoperasian BSSN harus dipercepat karena semakin masifnya kebutuhan keamaman siber. Nantinya BSSN dapat dimanfaatkan untuk menjaga sektor-sektor penting.
"Menjaga infrastruktur krusial, mulai dari sektor keuangan, transportasi, dan segala bentuk yang perlu dijaga data-datanya dari serangan," tutur jebolan TI Universitas Gunadarma itu.
Ruby berharap, BSSN yang dulu digadang-gadang bernama Badan Siber Nasional (Basinas) ini dapat membendung serangan siber dari luar hingga recovery.
"Menjaga kedaulatan internet tidak hanya fisik, tapi juga di dunia maya harus berdaulat. Jangan sampai disusupi pihak asing dan mengambil data-data kita," imbuhnya menambahkan.
Ruby memaparkan, benih BSSN sebenarnya sudah ada sejak 2013, namun baru terlahir empat tahun kemudian. Cikal bakal BSSN, lanjut Ruby, sebelumnya bernama Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber
Nasional (DK2ICN).
"Keberadannya di bawah Deputi VII Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Kemenkopolhukam)," pungkasnya.
(Isk/Ysl)