Ketua Pansus: Revisi UU Terorisme untuk Sadarkan Pelaku Teror

Teroris adalah korban dari sebuah pemahaman yang sesat.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jun 2017, 08:09 WIB
Suasana Rapat Pansus Revisi UU Terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/5). Rapat membahas revisi yang tidak hanya menyangkut penindakan, tetapi harus diawali dengan pencegahan, baru tindakan. (Liputan6/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Terorisme, Muhammad Syafi'i mengatakan tujuan utama dari perubahan UU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah untuk menyadarkan para pelaku teror. Sebab menurutnya, teroris adalah korban dari sebuah pemahaman yang sesat.

"Pemahaman itu justru tidak diajarkan agama dan mati bunuh diri tidak dibenarkan oleh agama apapun, apalagi dengan keyakinan masuk surga," kata Syafi'i seperti dikutip dari laman DPR, Senin (5/6/2017).

Sehingga, kata dia, RUU Terorisme ini tidak hanya mengatur bagaimana proses penegakan hukumnya saja, tapi akan lebih fokus pada pencegahan. "Pencegahan, penanganan, konsep deradikalisai yang lebih komprehensif dan memposisikan kembali mereka ke jalan yang benar," kata Syafi'i.

Bahkan Syafi'i juga mengatakan sekarang ini banyak mantan pelaku teror yang berhasil diluruskan dan kini menjadi juru bicara kepolisian dan narasumber di berbagai acara. Termasuk pihak yang berkepentingan memberantas terorisme.

Di sisi lain, Syafi'i menambahkan, nantinya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga akan punya peran lebih dalam pemberantasan terorisme. BNPT mengkoordinasikan tugas pemberantasan terorisme antarlembaga.

"Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) dilibatkan. Semua di bawah BNPT, tapi bukan berarti BIN menjadi bawahan BNPT, tapi penugasan intelijen dari BIN itu koordinasi BNPT," jelas Syafi'i.

Politikus Parrai Gerindra ini mengatakan fungsi koordinasi itu bukan berarti lembaga-lembaga lain berada di bawah BNPT. Nantinya, BNPT akan berfungsi sebagai induk pemberantasan terorisme.

"Koordinasi bukan berarti di bawah BNPT, tapi kapan polisi itu bertugas, BNPT meminta kepada kepolisian untuk mengirim pasukan. Pasukan TNI yang akan memberantas teroris itu dikirim, dikoordinasikan oleh BNPT. Jadi mereka ada pada induknya ketika berurusan dengan teroris koordinasinya di bawah BNPT," jelas Anggota Komisi III DPR itu.

Syafi'i mengatakan pembahasan terfokus pada Pasal 28 dalam Revisi UU Terorisme. Pasal ini sebelumnya diusulkan memuat ketentuan penangkapan terduga teroris selama 30 hari sebelum pemerintah hari ini mengusulkan menjadi 14 hari. Yang disetujui DPR dan Pemerintah dalam rapat pansus adalah hanya ayat 1 yang mengatur soal masa penangkapan selama 14 hari.



Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya