STORY Kabut Metan Kaki Bukit Bantar Gebang

Sejumlah pemulung saat memungut sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

oleh Johan Fatzry diperbarui 05 Jun 2017, 12:00 WIB
Kabut Metan Kaki Bukit Bantar Gebang
Sejumlah pemulung saat memungut sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
. Sejumlah pemulung saat memungut sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Pagi itu suasana di permukiman terlihat sepi, kabut tipis udara pagi menyelimuti rumah-rumah petak yang berada di pinggiran gunungan sampah TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Seorang warga melintas di depan tumpukan sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Sejumlah pemulung saat memungut sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Sejumlah pemulung saat berada ditumpukan sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Rencengan plastik tersusun di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Seorang pemulung memungut sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Seorang anak berdiri di atas tumpukan sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Pemulung membawa sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Sejumlah anak sekolah berjalan di samping tumpukan sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Sejumlah pemulung saat memungut sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Seorang pemulung berada di atas tumpukan sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta Pagi itu suasana di permukiman terlihat sepi, kabut tipis udara pagi menyelimuti rumah-rumah petak yang berada di pinggiran gunungan sampah TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Hampir setiap pintu rumah mereka tertutup rapat dan ditinggal pemiliknya menuju gunungan sampah yang tidak jauh jaraknya. Namun, ada beberapa warga yang tetap sibuk merapihkan plastik bekas menjadi tumpukan yang rapih di sudut jalan rumah.

Setidaknya ada ratusan rumah petak di perkampungan padat pemulung tersebut. Aroma tidak sedap yang menyengat hidung mejadi teman setia mereka karena bersebelahan dengan gunung sampah TPA Bantar Gebang.

Masyarakat mulai mendaki gunungan yang terbentuk dari ribuan ton sampah di TPA Bandar Gebang. Mereka mulai mengais dan memilah-milah sampah plastik diantara tumpukan sampah.

Masyarakat tidak menyadari profesi serta lingkungan tempat mereka tinggal sangat berisiko bagi kesehatan. Salah satunya risiko terpapar gas metan atau metana (CH4) yang terbentuk secara alami akibat proses pembusukan sampah organik di lokasi tersebut.

Rencengan plastik kopi dan tumpukan gorengan menghiasi bangunan berukuran 2x2 meter itu, hidangannya pun seadanya dan jauh dari kata higienis.

TPA Bantar Gebang merupakan tempat pembuangan akhir sampah terbuka terbesar di Asia Tenggara. Sekurangya 9000 ton sampah setiap hari datang untuk mengisi gunung-gunung sampah di lokasi tersebut.

Tempat pembuangan akhir tersebut masih menerapkan sistem open dumping, yaitu suatu cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi dan dibiarkan terbuka. Cara ini sendiri tidak direkomendasikan karena banyaknya potensi pencemaran lingkungan.

Sampah kota yang diurug berpotensi menyebabkan pencemaran udara oleh gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi anaerobik. Pembuangan sampah sistem open dumping di lokasi pembuangan akhir sampah mengakibatkan gas hasil dekomposisi seperti gas Hidrogen Sulfida (H2S), Metan (CH4), dan Amoniak (NH3) yang menyebabkan udara sekitar TPA menjadi bau dan kualitas udara ambien menurun.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya