Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, jika ada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar subsidi pada Juli 2017, kenaikannya tidak mencapai 10 persen.
Jonan mengatakan, dengan melihat rata-rata harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dari Januari sampai Mei 2017, maka rata-ratanya sebesar US$ 49,90 persen. Sedangkan harga premium dan solar subsidi yang berlaku saat ini, ditetapkan ketika ICP jauh lebih rendah yaitu US$ 40 per barel sampai US$ 45 per barel.
Advertisement
Untuk diketahui, harga Premium di luar Jawa, Madura Bali sebesar Rp 6.450 per liter dan solar subsidi Rp 5.150 per liter.
"Pertanyaannya, harga eceran BBM premium ron 88 dan solar 88 ini akan ditinjau lagi nggak? Nanti kita lihat," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/6/2017).
Menurut Jonan, dengan mengacu rata-rata harga ICP dari Januari sampai Mei sebesar US$ 49,90 per barel, jika harga premium dan solar subsidi dinaikkan, maka tidak sampai 10 persen kenaikannya.
"Kalau rata-rata US$ 49 per barel naiknya 10 persen," ucap Jonan.
Namun Menurut Jonan, pemerintah belum memastikan kenaikan harga premium dan solar subsidi untuk periode Juli 2017, karena masih akan dibahas dalam sidang kabinet dan menunggu arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya enggak tau, tapi belum tentu naik juga dibahas di sidang kabinet," tutur Jonan.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mencatat harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar bersubsidi yang ditetapkan pemerintah, sudah lebih rendah dari harga keekonomian yang dibanderol di pasar.
Direktur Keuangan Pertamina Arif Buiman mengatakan, saat ini harga keekonomian premium penugasan sudah lebih tinggi sekitar Rp 400 per liter dari harga jual yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 6.550 per liter untuk di luar wilayah penugasan Jawa, Madura dan Bali (Jamali), sedangkan di wilayah penugasan Rp 6.450 per liter.
"Kalau kita lihat dari sisi formula Kementerian ESDM di Mei 2017 suatu harga ditentukan dari rata-rata harga kuartal sebelumnya, kalau selisih formula Premium Rp 400 per liter," kata Arif.
Arif melanjutkan, untuk harga solar secara keekonomian selisihnya jauh lebih besar dibanding selisih Premium. Berdasarkan harga keekonomian solar Rp 1.150 per liter lebih tinggi dari harga yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp 5.150 per liter.
"Solar Rp 1.150 per liter di bawah formula (harga yang ditetapkan pemerintah," ucap Arif.
Menurut Arif, untuk mengisi selisih harga keekonomian dengan harga jual yang tidak naik, maka Pertamina melakukan subsidi silang dari pendapatan bisnis lain. Aksi tersebut membuat harga Pertamina tergerus pada kuarta I 2017.
"Kita paham memang dibutuhkan, saat ini kita memang selama bisa cross subsidi kita lakukan," tutup Arif.