Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) protes dengan aturan yang diterbitkan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati yang membuka saldo rekening nasabah lokal minimal Rp 200 juta.
Alasannya, jutaan UMKM bakal terkena dampak dari aturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Ketua Asosiasi UMKM (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun mengungkapkan, dari awal Perppu Nomor 1 Tahun 2017 terbit, sudah sangat meresahkan pelaku UMKM.
Advertisement
Kemudian keluarnya PMK Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan semakin memicu kekhawatiran UMKM.
"Aturan ini sudah meresahkan dari awal, dan sekarang sudah mau diimplementasikan. UMKM sebagai warga negara bakal terkena dampaknya. Ini kan buat skala internasional (AEoI), tapi kenapa yang di domestik Rp 200 juta. Kalau mau ngejar teroris, itu saja, jangan UMKM," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (6/6/2017).
Ikhsan menilai, aturan ini, khususnya batasan saldo rekening orang pribadi yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan secara otomatis kepada Ditjen Pajak paling sedikit Rp 200 juta sangat merepotkan dan hanya untuk mencari kesalahan UMKM saja.
Ia berpendapat, saldo rekening nasabah lokal yang diintip Ditjen Pajak seharusnya tetap mengacu pada aturan internasional Rp 3 miliar.
"Harusnya tetap saja Rp 3 miliar. Nah kalau Rp 200 juta kan usaha mikro pun kena dampaknya karena klasifikasi usaha mikro modal Rp 50 juta dan omset Rp 300 juta per tahun. Dilihat rekeningnya, kalau belum bayar pajak dikenakan pajak, terus begitu dicari-cari kesalahan. Menkeu mah bisa bilang jangan khawatir, orang pajak tahu sendiri," keluhnya.
Ia menyebut, jika di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, UMKM di bawah Akumindo sebanyak 100 ribu, maka kurang lebih ada sekitar 50,8 juta UMKM di 508 Kabupaten di seluruh Indonesia. "Pasti ini menimbulkan kekhawatiran. Jangan sampai lah mengejar pendapatan negara, tapi merecoki yang lain, jadi kebijakannya tidak selaras," papar Ikhsan.
Oleh karenanya, Akumindo akan menyampaikan keberatan kepada Sri Mulyani, DPR khususnya Komisi IX, bahkan sampai kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Dalam diskusi kami tidak pernah diajak, jadi nanti kami akan mengajukan keberatan secara tertulis ke Menkeu, Presiden, dan tembusan ke DPR Komisi IX untuk mengkaji ulang aturan ini," Ikhsan menegaskan.
Terpisah, Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo menilai pemerintah harus berhati-hati dengan aturan batasan saldo Rp 200 juta yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan secara otomatis bagi nasabah lokal.
"Hati-hati secara sosio-psikologis kurang bagus, karena terkesan akan menyasar kelas menengah lagi. Bisa-bisa tujuan besar malah tidak tercapai karena mengadministrasikan data terlalu banyak, tidak fokus ke target sasaran," katanya.
Yustinus malah mengkhawatirkan aturan ini mendapat penolakan dari masyarakat, seperti kebijakan-kebijakan sebelumnya. "Secara psikologis bisa seperti pajak selebgram, kartu kredit, heboh doang. Ada penolakan lantas di revisi, lalu ditunda. Bikin tidak kredibel," tandasnya.