Liputan6.com, Jakarta - Ide untuk menaikkan harga Elpiji bersubsidi atau Elpiji 3 kilogram (kg) kembali muncul. Ide tersebut pernah muncul pada pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2016 di pertengahan 2015, tetapi kemudian dibatalkan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, harga Elpiji 3 kg tidak pernah mengalami perubahan sejak meluncur pertama dalam program konversi minyak ke gas pada 2007.
"Paling parah itu Elpiji, tidak naik sejak 2007. Sudah 10 tahun, sejak kebijakan konversi dari minyak tanah ke Elpiji," kata Jonan, seperti yang dikutip di Jakarta, Selasa (6/6/2017).
Undang-Undang APBN 2017 mengamanatkan, harga Elpiji bersubsidi 3 kg bisa mengalami kenaikan Rp 1.000 per kg. Atas dasar aturan tersebut, maka ide kenaikan harga Elpiji tabung melon ini diusulkan.
Baca Juga
Advertisement
"Karena kalau dalam UU APBN 2017, UU memandatkan bisa naik Rp 1.000 per kg. Iya (diusulkan perubahan harga)," ucap Jonan.
Namun Jonan menegaskan, perubahan harga Elpiji 3 kg masih dalam sebatas ide. Hal tersebut akan dibahas bersama dalam sidang kabinet terlebih dahulu.
"Ini tidak tahu dinaikkan atau tidak, saya belum tahu. Pemerintah belum memutuskan. Jadi saya tidak kasih opini naik atau tidak," jelas Jonan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengungkapkan, dalam nota keuangan APBN 2016 memang ditetapkan ada pengurangan subsidi Elpiji Rp 1.000 per kg. Namun pengurangan tersebut tak dijalankan.
Alasannya, anggaran subsidi untuk Elpiji 3 kg sebesar Rp 31 triliun masih cukup untuk menomboki antara harga pasar dengan harga jual ke masyarakat. Saat ini harga Elpiji US$ 300 per metric ton hingga US$ 318 per metric ton. Dengan begitu, pemerintah mensubsidi Rp 3.500 per kg.
"Dari hitungan masih cukup karena harga pembelian masih murah, jadi tidak ada rencana kenaikan harga. Tadinya kan rencananya naik karena supaya subsidinya segitu cukup dengan harga turun tidak perlu naik lagi," ujar Wiratmadja.