Liputan6.com, Washington, DC - Perang Enam Hari berlangsung singkat, mulai 5 Juni 1967 dan berakhir pada 10 Juni 1967. Namun, dampaknya mengubah kondisi geopolitik Timur Tengah untuk selamanya.
Kala itu, Israel berhadapan dengan Mesir, Yordania, dan Suriah -- yang didukung sejumlah negara Arab lainnya seperti Irak, Kuwait, Arab Saudi, Sudan, dan Aljazair.
Pihak negeri zionis keluar sebagai pemenang. Akibatnya, Israel merebut Yerusalem Timur, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai, Tepi Barat, dan Dataran Tinggi Golan.
Setelah 50 tahun berlalu, baru-baru ini, terkuak sebuah rahasia mengerikan. Kala itu di tengah perang, pejabat Israel memerintahkan pembuatan perangkat senjata atom dan berencana meledakkannya di atas sebuah gunung di Semenanjung Sinai.
Tujuannya, sebagai peringatan kepada pasukan Mesir dan Arab lainnya. Agar pihak lawan gentar dan menyerah.
Seperti dikutip dari New York Times, Selasa (6/6/2017), rencana tersebut dijuluki 'doomsday operation' -- operasi kiamat. Itzhak Yaakov, seorang purnawirawan brigadir jenderal belakangan mengungkapkan rahasia itu.
Baca Juga
Advertisement
Menurutnya, hal itu direncanakan karena Israel khawatir bakal kalah perang. Pejabat Tel Aviv yakin, ledakan dahsyat itu bisa mengintimidasi Mesir dan negara-negara Arab lainnya.
Namun, Israel memenangkan perang dengan cepat, sehingga perangkat senjata atom tersebut tak pernah dipindahkan ke Sinai.
Apapun, pengakuan Yaakov menambah wawasan baru tentang konflik yang mengubah wajah Timur Tengah hingga saat ini: bahwa Israel mempertimbangkan untuk menggunakan senjata nuklir demi mempertahankan diri.
"Itu adalah rahasia terakhir dari Perang Enam Hari 1967," kata Dr Avner Cohen, ahli sejarah nuklir Israel yang mewawancarai sejumlah mantan jenderal untuk mengumpulkan data.
Yaakov, yang mengawasi pengembangan senjata militer Israel, merinci rencana tersebut kepada Cohen pada tahun 1999 dan 2000 -- beberapa tahun sebelum dia meninggal dunia pada tahun 2013, di usia 87 tahun.
"Begini, itu adalah hal yang wajar," kata Yaakov menurut transkrip wawancara. "Kau punya musuh yang berniat melemparmu ke laut, dan kamu meyakini niat itu."
"Jadi, bagaimana untuk menghentikannya?," kata Yaakov. "Kau harus membuatnya takut. Jika kau punya sesuatu yang bisa menakutinya, gunakan itu."
Israel tak pernah mengakui eksistensi senjata nuklirnya, mereka mempertahankan status 'ambiguitas nuklir'. Padahal, negara itu diyakini telah mengembangkan hulu ledak nuklir sejak tahun 1960-an di Dimona Nuclear Research Center yang berada di Gurun Negev.
Itzhak Yaakov ditahan pada usia 75 tahun, dengan tuduhan telah membahayakan keamanan negara, dengan mengungkap soal program nuklir negara itu ke reporter Israel, Ronen Bergman -- yang karya jurnalistiknya langsung disensor setelahnya.
Dalam beberapa kesempatan, sejumlah pejabat AS, termasuk mantan Presiden Jimmy Carter -- setelah lama tak lagi menjabat -- mengakui eksistensi program nuklir Israel. Meski, tak ada yang menyebutkan rincian soal itu.
Manhattan Project Jadi Preseden
Saat Perang Enam Hari, jika Israel sampai meledakkan perangkat senjata atom tersebut, maka itu akan menjadi ledakan bom nuklir pertama untuk kepentingan militer -- sejak serangan bom atom Amerika Serikat ke Hiroshima dan Nagasaki, 22 tahun sebelumnya.
Rencana itu ternyata memiliki preseden. Amerika Serikat juga mempertimbangkan hal serupa selama Manhattan Project. Awalnya, para ilmuwan program nuklir AS mempertimbangkan untuk memicu ledakan dahsyat di dekat Jepang, untuk menakut-nakuti Kaisar Hirohito dan memaksanya menyerah.
Namun, pihak militer memveto usulan tersebut. Alasannya, ledakan itu tak akan cukup kuat untuk mengakhiri perang.
Menurut Yaakov, rencana Israel itu diberi nama kode Shimshon atau Samson -- tokoh kitab suci yang digambarkan punya kekuatan luar biasa.
Strategi pencegahan nuklir Israel juga dijuluki 'Samson option' -- karena Samson meruntuhkan atap sebuah kuil orang Filistin, yang membunuh musuh-musuhnya, juga dirinya sendiri.
Yaakov mengaku khawatir, jika Israel meledakkan senjata nuklir di wilayah Mesir, maka itu bisa membunuhnya, juga tim komandonya.
Yaakov, yang mendapatkan gelar insinyur di Massachusetts Institute of Technology mengatakan, tujuan dari opsi tersebut adalah menciptakan sebuah situasi yang memaksa kekuatan besar ikut campur dan menekan Mesir.
Lokasi yang dipilih untuk ledakan adalah sebuah gunung yang berjarak sekitar 12 mil dari kompleks militer Mesir di Abu Ageila.
Rencananya, setelah opsi diaktifkan oleh perdana menteri dan kepala staf militer, Israel akan mengirimkan pasukan terjun payung untuk mengalihkan perhatian Angkatan Darat Mesir ke daerah gurun.
Kemudian, sebuah tim mempersiapkan ledakan tersebut. Jika bom atom sampai diledakkan, suara menggelegar akan terdengar, kilatan yang menyilaukan dan awan jamur akan terlihat di seluruh Sinai dan Gurun Negev -- mungkin sejauh Kairo.
Apakah akan ada korban jiwa yang jatuh saat rencana itu dilakukan? Tak bisa dipastikan. Sebab, itu akan bergantung pada hal-hal yang tidak diketahui seperti ukuran senjata, kepadatan penduduk di daerah sekitar, dan arah angin pada hari ketika ledakan terjadi.
Dr Avner Cohen, pengajar di Middlebury Institute of International Studies at Monterey, California sekaligus penulis 'Israel and the Bomb' menggambarkan, ide ledakan bom atom tersebut sebagai pilihan terakhir jika semua opsi gagal.
Cohen, yang lahir di Israel dan mengenyam pendidikan di Amerika Serikat selama ini mendorong wacana publik terkait topik yang sangat tersembunyi: bagaimana Israel menjadi kekuatan nuklir yang tak dikenal pada tahun 1960an.
Sudah jadi rahasia umum, bahwa Israel yang khawatir soal eksistensinya sebagai negara, cepat-cepat merampungkan perangkat senjata atom pertamanya pada suatu malam di tengah Perang Enam Hari. Namun, hingga kini, fakta-fakta tersebut ditutup rapat-rapat.
Namun bukan berarti tak disinggung sama sekali. Shimon Peres, mantan presiden dan perdana menteri Israel yang meninggal tahun lalu, mengisyaratkan keberadaan rencana tersebut dalam memoarnya.
Dia tak menyebut langsung tentang 'Samson option', namun merujuk pada sebuah proposal yang tak disebut namanya, yang menurutnya, "akan menghalangi orang Arab dan mencegah perang."
Bantahan Israel
Wakil Menteri dalam Kabinet PM Benjamin Netanyahu, Michael Oren membantah laporan New York Times.
Mantan Dubes Israel untuk AS itu -- yang juga menulis buku sejarah tentang Perang Enam Hari mengatakan, ribuan dokumen yang telah dideklasifikasi dari. Menurutnya, tak ada satupun yang menyebut soal rencana untuk meledakkan bom nuklir di Sinai, Mesir.
"Saya juga mewawancarai Yitzhak Yaakov, dan saya tidak yakin bahwa cerita tersebut memiliki bobot kebenaran," kata dia seperti dikutip Times of Israel.
Advertisement