Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menegaskan bahwa upaya membuka saldo rekening nasabah lokal dengan nominal paling sedikit Rp 200 juta merujuk pada aturan internasional. Ditjen Pajak menegaskan bahwa adanya aturan tersebut bukan untuk memungut pajak tabungan nasabah.
Pernyataan itu dilontarkan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi untuk meredam respons negatif dari masyarakat, khususnya Asosiasi Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang protes terhadap aturan tersebut.
"UMKM kalau sudah dipajaki, tidak perlu khawatir. Yang dipajaki bukan simpanan orang di bank, tapi obyek pajak yaitu berupa penghasilan, dan lainnya. Kita harus tahu obyek itu, subjeknya siapa, tarif berapa, dan tata cara pembayarannya bagaimana," kata Ken di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/6/2017).
Besaran saldo rekening yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan secara otomatis ke Ditjen Pajak sebesar Rp 200 juta mengikuti standar internasional.
"Itu (Rp 200 juta) ikut aturan dunia. Di internasional standar, kalau di kurs rupiah segitu. Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) kan Rp 54 juta setahun, kenapa tidak itu saja yang dibuka? Jadi masih mending Rp 200 juta," tegasnya.
Baca Juga
Advertisement
Di samping itu, ia mengaku, secara agregat, besaran saldo Rp 200 juta merupakan standar gaji para pegawai, termasuk PNS yang jika dikumpulkan dalam setahun, nilainya bisa mencapai sebesar Rp 200 juta.
"Dan itu sudah dipajaki, jadi saya tidak perlu kerja lagi. Yang pasti kita tidak akan mencari-cari kesalahan, justru kita akan menemukan kesalahan. Kalau salah, kita berikan peringatan dulu kok," Ken menuturkan.
Dirinya berharap, masyarakat ikut mendukung langkah pemerintah untuk mengakses keterbukaan informasi keuangan guna kepentingan pajak. Pasalnya seluruh dunia sudah berkomitmen terhadap pertukaran data keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI).
"Ini untuk kepentingan dunia. Semua akan terbuka, tidak ada yang bisa lari lagi," tukas Ken.
Sebelumnya, Asosiasi Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) protes dengan aturan yang diterbitkan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati yang membuka saldo rekening nasabah lokal minimal Rp 200 juta.
Alasannya, jutaan UMKM bakal terkena dampak dari aturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Ketua Asosiasi UMKM (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun mengungkapkan, dari awal Perppu Nomor 1 Tahun 2017 terbit, sudah sangat meresahkan pelaku UMKM.
Kemudian keluarnya PMK Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan semakin memicu kekhawatiran UMKM.
"Aturan ini sudah meresahkan dari awal, dan sekarang sudah mau diimplementasikan. UMKM sebagai warga negara bakal terkena dampaknya. Ini kan buat skala internasional (AEoI), tapi kenapa yang di domestik Rp 200 juta. Kalau mau ngejar teroris, itu saja, jangan UMKM," katanya saat dihubungi Liputan6.com.
Ikhsan menilai, aturan ini, khususnya batasan saldo rekening orang pribadi yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan secara otomatis kepada Ditjen Pajak paling sedikit Rp 200 juta sangat merepotkan dan hanya untuk mencari kesalahan UMKM saja.