Liputan6.com, Jakarta Kompetisi sepak bola di daratan Eropa hampir seluruhnya telah berakhir. Sebelum menyongsong persaingan lagi pada musim depan, terkecuali ada kepentingan negara, seluruh pemain diliburkan klubnya masing-masing.
Bertepatan dengan itu, akhir musim kompetisi bersamaan dengan datangnya bulan Ramadhan. Seluruh umat muslim yang telah memenuhi syarat akan melaksanakan ibadah puasa.
Tak terkecuali, para pesepak bola muslim di seluruh penjuru dunia. Mereka ikut menjalankan rukun Islam ketiga itu.
Baca Juga
Advertisement
Dengan kewajiban menjalankan puasa tersebut, tak terhindarkan lagi jika ibadah pada bulan Ramadhan juga ikut memengaruhi rutinitas mereka. Persoalannya adalah bagaimana pemain sepak bola muslim mengondisikan diri dengan rutinitas latihan dan bermain dalam karier sepak bola mereka?
Di Eropa, meski puasa tahun ini aktivitas sepak bola beberapa di antara mereka sudah berhenti, persoalan kewajiban beribadah dan tugas kariernya selalu menjadi perhatian. Bukan hanya soal eksistensi mereka di tengah mayoritas, melainkan juga tantangan yang harus dihadapi terkait dengan situasi dan kondisi geografis.
Di negara-negara Eropa, lama berpuasa bisa memakan waktu cukup panjang. Mereka berpuasa bisa hingga hampir 16 jam. Sementara di Indonesia, kurang lebih tidak makan dan minum selama 13-14 jam.
Namun, beberapa waktu lalu, seorang pakar kesehatan dan nutrisi dari Inggris, Ron Maughan mengaku belum bisa menyimpulkan efek yang timbul saat pemain sepak bola menunaikan ibadah puasa dengan hasil akhir pertandingan. Maughan juga belum bisa memastikan puasa bisa mengganggu performa tim.
"Kami hanya mengetahuinya sedikit," kata ahli nutrisi olahraga di Loughborough University itu.
Dari riset yang dilakukan, dia hanya menemukan puasa memiliki efek terhadap cabang olahraga yang menuntut ketahanan fisik dan daya tahan tubuh besar seperti maraton. "Tapi dampaknya relatif kecil," ucap Maughan
Menurut Maughan, sangat rumit mengukur efek puasa bagi cabang olahraga sepak bola."Ada begitu banyak variabel dalam sepak bola yang hampir mustahil untuk menunjukkan efeknya," kata Maughan.
"Mungkin adil mengatakan tidak ada dampak besar antara puasa dan sepak bola. Sebuah tim tidak memiliki kesempatan signifikan memetik kemenangan melawan dari tim kuat seperti Barcelona bahkan jika semua pemainnya berpuasa," katanya.
Tergantung Niat
Pandangan menarik disampaikan Nick Worth, direktur medis klub Al Jazira di Abu Dhabi. Menurut dia, puasa akan memberatkan pesepak bola atau malah meringankan, tergantung pada niat dari pemain itu sendiri.
"Semua tergantung pada fokus individu itu sendiri. Karena keyakinan seorang muslim menjadi dasar dari kehidupan mereka pada waktu yang penting. Keyakinan mereka menjadi yang utama dibanding sepak bola," tandasnya.
Pendapat Nick Worth ini sejalan dengan pemahaman mantan bintang Wigan era 2000-an, Amir Zaki. Pemain asal Mesir ini adalah pesepak bola profesional yang taat beribadah termasuk pada bulan Ramadhan.
Bagi Amir Zaki, berpuasa adalah kewajiban seorang muslim dan jika tidak dalam kondisi sakit atau bepergian, dia akan tetap berusaha menjalankannya.
"Saya berpuasa setiap hari dan tak merasa performa saya jadi terganggu malah merasa jauh lebih kuat. Saya sudah banyak menjalani pertandingan di mana saya tetap berpuasa," ujarnya.
Namun, sikap berlainan ditunjukkan Mesut Ozil. Pemain Arsenal ini memilih tidak berpuasa saat berlatih, apalagi bermain. Alasannya, karena tuntutan pekerjaan, saya tak bisa menjalankan ibadah di bulan Ramadan dengan benar.
"Saya hanya berpuasa pada hari yang memungkinkan untuk melakukannya, ketika saya memiliki hari bebas," kata Ozil.
Advertisement