Liputan6.com, Jakarta - Umat muslim tersebar di seluruh penjuru dunia. Menurut sebuah penelitian tahun 2010 oleh Pew Research Center, hampir 25 persen populasi dunia beragama Islam.
Namun kebanyakan orang cenderung mengasosiasikan Islam dengan Timur Tengah sebagai tempat kelahiran Islam dan memiliki proporsi muslim tertinggi per kapita. Tentu tidak salah melihat Islam melalui lensa Timur Tengah, namun Islam tidak didefinisikan oleh satu wilayah pun, dan untuk menghargai keragamannya, kita harus melihat ke seluruh dunia.
Baca Juga
Advertisement
Kita bisa melihat Inggris, yang memiliki lebih banyak muslim daripada Lebanon, atau Tiongkok, yang memiliki lebih banyak muslim daripada Syria dan sekitar jumlah yang sama dengan Yaman. Selain itu bisa juga membandingkan praktik muslim yang tinggal di Eropa, yang merupakan hanya enam persen dari populasi benua itu.
Seperti yang dilansir Yementimes, muslim di negara-negara minoritas Islam pun menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Berikut merupakan penuturan warga yang tinggal di Inggris dan Jerman mengenai suasana Ramadan di negara tersebut.
Katerina Nordin, salah satu warga Inggris menuturkan Ramadan di Inggris selama musim panas bisa sangat sulit. Sembilan belas jam puasa dan panas, dikombinasikan dengan bekerja penuh waktu bisa melelahkan.
"Dalam persiapan saya telah membaca banyak artikel yang membantu saya menjalani Ramadan dan meresepkan apa yang harus dimakan, bagaimana mengatur waktu dengan baik, dan bagaimana memaksimalkan produktivitas," ucap Katerina.
Ramadan memiliki cara khusus untuk menyoroti hal-hal yang secara tidak sadar tidak diperhatikan dan memperbaiki diri dengan cara yang halus dan jelas. Berjam-jam menahan lapar dan haus serta kelelahan terasa tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan manfaat bulan Ramadan.
"Bagiku ini menunjukkan seperti apa Ramadan, yaitu saling mendukung satu sama lain, mewujudkan ketulusan, kesabaran, dan bersyukur atas setiap berkah kecil," tambah dia.
Di Jerman, salah satu muslim asal Syria yang bernama Ussama Khalil mengaku mencari cara untuk beradaptasi saat tinggal di masyarakat non-Muslim.
"Saya ingin beradaptasi dengan lingkungan baru saya. Segera setelah kedatangan saya dari Suriah, olahraga menjadi tema utama dalam hidup saya," papar Ussama.
Bagi Ussama hal ini membantu mengatasi fase transisi yang sulit. Setiap tahun selama bulan Ramadan, gaya hidup baru menghadapkan dirinya pada tantangan, waktu puasa yang berkepanjangan di Jerman, di mana matahari terbenam cukup larut di musim panas yaitu sekitar pukul 21.30.
Meski cukup berat, Ussama mengaku Ramadannya di Jerman menjadi berkesan saat teman satu flatnya ikut berpuasa dengan alasan solidaritas.