Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2016 tentang holding BUMN yang mengubah PP Nomor 45 Tahun 2005. Namun realisasi pembentukan induk usaha (holding) BUMN belum juga terlaksana sampai saat ini.
Ketua Umum Serikat Pekerja BUMN Arief Poyuono, mengatakan yang menjadi perdebatan selama ini adanya anggapan jika PP 72 melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003.
"Holdingisasi akan memperkuat hak istimewa pemerintah untuk tetap memiliki saham mayoritas di anak-anak perusahaan yang tergabung dalam holding. Jadi lebih cepat lebih baik," kata dia dalam keterangannya, Rabu (7/6/2017).
Baca Juga
Advertisement
Holding BUMN dinilai juga dapat mengurangi atau menghilangkan persaingan antar BUMN sejenis. Demikian pula perusahaan swasta yang memiliki usaha sejenis dengan usaha BUMN, tidak akan mudah lagi melakukan provokasi yang dapat merusak BUMN.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Oskar Vitriano, menambahkan pembentukan holding yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan skala BUMN. Pengembangan skala penting untuk menghadapi globalisasi.
"Ibaratnya BUMN ini mau dijadikan harimau. Harimau kalau melawan kancil tentu akan menang kan. Jadi dengan holdingisasi ini kita bisa melawan perusahaan yang lebih besar," tambah dia.
Tak hanya itu, Oskar melihat holding juga demi efisiensi BUMN, termasuk diantaranya mengurangi persaingan dalam tubuh BUMN, mempermudah strategi untuk berkembang dan pada akhirnya bisa menguntungkan negara.
"Dengan holdingisasi ini, membuat kapitalisasi daripada BUMN pada pasar menjadi kuat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan demikian, BUMN siap go Internasional, dsn berbicara dalam pasar dunia. Saya cenderung setuju dengan adanya PP ini," tutup Oscar.