Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menebarkan jerat terhadap koruptor di negeri ini. Lembaga antirasuah itu kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah daerah.
Terbaru, KPK melakukan OTT terhadap jaksa di Bengkulu, Jumat, 9 Juni dini hari. Parlin Purba selaku Kasi III Intel Kejati Bengkulu ditangkap terkait kasus proyek-proyek di Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera 7 Bengkulu.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga tersangka. Selain Parlin Purba, mereka adalah Amin Anwari selaku pejabat pembuat komitmen, dan Murni Suhardi selaku Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo.
Advertisement
"Kasus berkaitan dengan proyek-proyek di Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera 7 Bengkulu," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 9 Juni 2017.
Dia mengatakan, Amin Anwari dan Murni Suhardi memberi suap kepada Parlin Purba berkaitan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan Balai Wilayah Sungai tahun 2015-2016. "Dari tangan tersangka, penyidik berhasil mengamankan uang sebesar Rp 10 juta," kata Basaria.
Selaku pemberi suap, Amin Anwari dan Murni Suhardi dijerat Pasal 5 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebagai pihak yang diduga penerima, Parlin Purba diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tak hanya Parlin Purba, KPK juga membidik jaksa lainnya yang turut terlibat dalam kasus sejumlah proyek di Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Bengkulu tahun 2015-2016.
"Apakah ada keterlibatan jaksa-jaksa yang lain nantinya akan didalami oleh penyidik KPK," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 9 Juni 2017.
Dengan tertangkapnya Kasie III Intel Kejati Bengkulu Parlin Purba, Alex berharap kasus ini dapat dijadikan pelajaran bagi penegak hukum lainnya, sehingga tidak ada lagi jaksa lainnya yang turut tersandung kasus korupsi.
"KPK berharap kasus ini bisa jadi pembelajaran yang baik bagi penegak hukum di daerah," tutur Alex.
Reaksi Kejagung
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) jaksa di Kejaksaan Tinggi Bengkulu oleh KPK. Kejaksaan Agung akan mengambil tindakan tegas dalam memproses anggotanya yang terlibat kejahatan luar biasa.
"Patut kita sayangkan dan saya prihatin. Tapi keprihatinan ini tidak berarti membuat saya harus membela. Beberapa kasus yang lalu pun Kejaksaan bahkan tidak akan pernah membela, menghalang-halangi, atau melindungi," ujar Prasetyo saat ditemui di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat, 9 Juni 2017.
Prasetyo bahkan mengaku sempat menelepon Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif dan meminta jaksa bermasalah tersebut ditangani secara tegas.
"Saya kebetulan hubungi Pak Laode M Syarif (KPK), silakan ditindaklanjuti. Kenapa saya minta konfirmasi dari mereka supaya saya segera bisa mengambil tindakan tegas. Hari ini juga kalau dinyatakan tersangka oleh mereka, akan saya berhentikan jaksanya," kata Prasetyo.
Prasetyo berharap, dengan kasus penangkapan terhadap jaksa nakal itu, publik tidak memberikan label bahwa seluruh jaksa itu kotor.
"Saya katakan oknum ya. Jaksa jumlahnya 10 ribu lebih. Kalau ada satu orang atau dua orang seperti hal seperti itu oknum. Jadi jangan digeneralisir. Banyak sekali jaksa yang baik yang penuh dedikasi pada tugas-tugasnya begitu pun integritasnya," ujar dia.
Prasetyo juga mengaku telah memerintahkan Jaksa Muda Pengawasan untuk berkomunikasi dengan KPK dan siap memberikan bantuan apa pun jika KPK membutuhkan.
"Saya sudah perintahkan Jamwas untuk komunikasi dengan KPK. Apa yang diperlukan dari kita akan berikan dan saya persilakan mereka untuk mengungkapkan secara tuntas siapa yang terlibat," kata Prasetyo.
Sementara, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejakasaan Agung Widyo Pramono menuturkan, pemecatan Purba sebagai Kasi III Intel Kejati Bengkulu akan dilakukan setelah ada keputusan berkekuatan hukum tetap. Kini, Purba hanya baru diberhentikan sementara dari tugasnya.
"Jika nanti terbukti (menerima suap) di persidangan baru akan diberhentikan," tutur Widyo Pramono saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (10/6/2017).
Hal ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negara Sipil, di mana kejaksaan perlu memeriksa yang bersangkutan terlebih dahulu sebelum dipecat dari jabatannya.
"Karena anggota kami kena OTT, maka saya mohon izin Pimpinan KPK untuk dapat memeriksa secara administrasi pelanggaran disiplin pegawai negeri," pungkas Widyo.
Advertisement
OTT Jawa Timur
Tak hanya di Bengkulu, sebelumnya KPK juga melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Jawa Timur. KPK menangkap enam orang di Surabaya, Jawa Timur, Senin, 5 Juni 2017.
Keenam orang tersebut berasal dari unsur DPRD Jatim dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
"Ada enam orang yang akan dibawa. Ada unsur penyelenggara negara dari DPRD dan dinas," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa, 6 Juni 2017.
Mereka adalah Mochamad Basuki selaku Ketua Komisi B DPRD Jatim dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Heryanto (Kadis Pertanian Provinsi Jawa Timur), dan Rohayati (Kadis Peternakan Provinsi Jawa Timur).
"Kemudian RA (Rahman Agung selaku staf DPRD Jatim), S (Santoso selaku staf DPRD Jatim), dan ABR (Anang Basuki Rahmat selaku ajudan Kadis Pertanian)," ujar Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta, Selasa 6 Juni 2017.
Keenam orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait pengawasan kegiatan anggaran dan revisi peraturan daerah (perda) di Provinsi Jawa Timur tahun 2017.
Barang bukti yang diamankan oleh penyidik KPK adalah uang sebesar Rp 150 juta, yang diamankan dari tangan RA di ruang Ketua Komisi B Jatim.
Kronologi Penangkapan
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkapkan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) di Jawa Timur pada 5 Juni 2017 tersebut. Operasi itu berawal dari informasi masyarakat tentang adanya dugaan korupsi.
Setelah itu, penyidik KPK pada 5 Juni 2017 pukul 14.00 WIB mendatangi Kantor DPRD Jawa Timur. Di sana, penyidik mengamankan staf DPRD Jawa Timur Rahman Agung (RA), Staf DPRD Jawa Timur Santoso (S), PNS bernama Anang Basuki Rahmat (ABR), dan ajudan Kadis Pertanian Jawa Timur.
"Pada jam yang sama, tim KPK juga mengamankan BH (Bambang Heryanto) seorang Kadis Pertanian di kantornya dan pada pukul 24.00 WIB, KPK mengamankan dua orang di Jalan Raya Prinen Malang, yaitu MB (Mochammad Basuki) selaku Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur beserta sopirnya," ujar Basaria di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 6 Juni 2017.
Sedangkan, yang terakhir diamankan penyidik KPK adalah Kadis Peternakan Rohayati di kediamannya pada Selasa, 6 Juni 2017 dini hari.
Mereka yang diamankan penyidik KPK langsung dibawa ke Polda Jawa Timur untuk menjalani pemeriksaan. Setelah itu, enam di antara mereka diterbangkan ke Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dari hasil OTT ini, KPK berhasil mengamankan uang sejumlah Rp 150 juta yang terdiri pecahan uang kertas Rp 100 ribu, dari tangan RA yang ditemukan penyidik di Ruang Komisi B DPRD Jawa Timur.
Uang tersebut diserahkan oleh Anang, yang merupakan perantara suap antara BH kepada RA untuk diserahkan kepada MB yang merupakan Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur.
"Uang itu merupakan pembayaran triwulanan kedua dari total komitmen Rp 600 juta di setiap kepala dinas, lalu diberikan kepada DPR terkait pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan Provinsi Jawa Timur tentang penggunaan anggaran tahun 2017," beber Basaria.
Basaria juga mengungkapkan, pada 26 Mei 2017, MB pernah diduga menerima sejumlah uang senilai Rp 100 juta dari ROH terkait pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif.
"Pada 21 Mei 3017, MB menerima sebesar Rp 50 juta dari Kadis Perindustrian dan perdagangan, Rp 100 juta dari Kadis Perkebunan pada triwulan I, Rp 100 juta dari Kadis Pertanian Jawa Timur," papar Basaria.
Untuk kepentingan penyidikan, Tim KPK menyegel ruang Komisi B DPRD Jawa Timur dan rumah milik tersangka Mochammad Basuki.
KPK menetapakan enam tersangka dalam kasus ini, yaitu pihak pemberi adalah Bambang Heryanto, Anang Basuki Rahmat, dan Rohayati. Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang- Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak penerima, Mochammad Basuki, Santoso, dan Rahman Agung disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Advertisement