Liputan6.com, Canberra - Kebohongan seperti apa pun suatu ketika pasti terungkap. Pepatah tersebut berlaku bagi perempuan bernama Samantha Azzopardi.
Kelakuan perempuan tersebut jadi tajuk pemberitaan utama di Negeri Kanguru. Kasusnya aneh dan unik.
Ia melakukan kebohongan besar dengan mengaku sebagai anak berusia 13 tahun. Padahal umur Azzopardia telah mencapai 28 tahun alias sudah dewasa.
Perempuan itu, melakukan kebohongan untuk mendapat keuntungan pribadi. Seperti iPad, telepon genggam model terbaru dan uang secara cuma-cuma.
Azzopardia memanipulasi data kelahirannya di Departemen Keluarga dan Pelayanan Keluarga Australia. Di depan mereka, Azzopardi mengatakan, ia adalah siswa Sekolah Harper Hart.
Dia meminta tolong karena menjadi korban perdagangan manusia dan mengalami kekerasan seksual.
Awalnya, perempuan yang punya banyak alias ini berupaya keras meyakinkan Departemen Keluarga dan Pelayanan Keluarga Australia. Untungnya, lembaga tersebut menaruh curiga.
Baca Juga
Advertisement
Akhirnya mereka memutuskan melapor ke polisi. Benar saja, penyamaran Azzopardi terungkap dan dirinya langsung diciduk aparat berwenang Australia.
Aksinya di Auastralia memang gagal. Tapi pada 2013 dan 2014 dia berhasil menipu otoritas Kanada dan Irlandia.
Di Dublin, Azzopardi memakai modus utamanya, yaitu mengaku korban perdagangan manusia dan kekerasan seksual. Dengan penampilan lusuh dan kulit kusam polisi Irlandia sempat tertipu.
Walau akhirnya dideportasi, kembali ke negaranya, untuk mengurusi kasus Azzopardi mereka mengeluarkan kocek sampai US$3,86 juta atau setara Rp 5,1 miliar.
Salah seorang traveler bernama Emily Bamberger mengaku pernah berkomunikasi dengan Azzopardi lewat sebuah situs di dunia maya. "Saya merasa ketakutan," ucap Bemberger.
Ia bercerita kepada saya, bahwa dirinya seorang gadis muda, yang coba mengelilingi dunia.
"Ini hal paling aneh dalam hidup saya, dia bisa mengetahui keluarga dan alamat saya. Saya tidak pernah merasa setakut ini," katanya.