Liputan6.com, Jakarta Dunia telah mengakui batik sebagai warisan Indonesia yang mempunyai nilai budaya tinggi. Melalui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) pada Jumat, 2 Oktober 2009, menetapkan batik sebagai warisan budaya milik Indonesia. Indonesia pun menjadikan hari itu sebagai hari batik nasional.
"Dapur" batik dunia itu ada di Pekalongan, Jawa Tengah. Salah satu maestro batik di wilayah ini adalah Bapak Sapuan. Guru biologi di sekolah SMA ini sejak beberapa tahun lalu menekuni batik.
Advertisement
Namun, berbeda dengan para pembatik lainnya, pria yang penampilannya suka memakai sarung batik ini memilih "target market" yang sangat segmented, super niche. Ia tidak "memproduksi" batik untuk konsumsi fashion, tetapi memilih menciptakan batik halus atau batik art.
Menurutnya, ia sengaja memilih "jalan sunyi" ini untuk mengembalikan hakikat batik yang sebenarnya. Batik adalah sesuatu yang lebih dari sekadar yang kita ketahui selama ini.
Dijumpai di Gelar Batik Nusantara (GBN) 2017 di JCC Jakarta, ia mengungkapkan dengan metafora, sumber air dari gunung itu awalnya kan bersih, tetapi makin ke bawah bercampur dengan kotoran-kotoran, sehingga air berubah, karakter bersihnya hilang.
Menurutnya, sebenarnya batik bukanlah soal bisnis dan mencari untung semata, batik adalah budaya, buah budi, hasil cipta, olah rasa dan karsa manusia yang menyimpan nilai-nilai, ajaran hidup layaknya kitab suci, yang bisa mengantarkan manusia menuju ke penciptanya.
Laki-laki berusia 55 tahun ini tak begitu mempermasalahkan batik ciptaannya hanya mempunyai "segmen pasar" yang sangat kecil. Ia tak pernah khawatir dengan sedikitnya kolektor yang mengapresiasi batiknya.
Namun, ia sangat optimis suatu hari batik hasil ciptaannya akan menemukan kolektor yang mengapresiasi dengan harga tinggi. Selembar batik ciptaan Pak Sapuan dibandrol dengan harga Rp 200 juta rupiah.
Ia lalu membandingkan harga lukisan dari para maestro yang harganya bisa jadi lebih tinggi dari harga batiknya. Sampai saat ini, Pak Sapuan telah menciptakan batik sebanyak 70-an lembar, dan suatu saat ia akan mengadakan pameran tunggal.
Bentuk batik ciptaannya bertema tentang kebangsaan, pluralisme dan keharmonisan hubungan antar manusia. Salah satu karyanya yang dipamerkan di GBN berjudul : garuda netes (menetas). Ada 9 lukisan batik yang dipamerkan di JCC yang akan berakhir Minggu 11 Juni 2017.
Uniknya, batik Pak Sapuan terletak pada detailnya yang luar biasa. Ia menceritakan, untuk bisa menghasilkan detail yang rumit itu, ia memakai canting berukuran nol, sangat kecil dan memakai malam (lilin untuk membatik) yang diciptakan khusus.
Ia juga memaknai, mencipta batik baginya adalah juga sebuah laku spiritual. Ia merasa dilahirkan sebagai manusia dan harus bisa memberikan kontribusi yang dapat memberi inspirasi kepada banyak orang.
Di rumahnya, ia sering melakukan workshop mengenai banyak hal yang berhubungan dengan batik. Ia bahkan bersedia berbincang sampai tengah malam.*
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6