Muhayat, Ustaz Tunanetra Bermata Cahaya Alquran

Ustaz berusia 35 tahun ini adalah tunanetra yang juga seorang hafiz atau penghafal Alquran.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 11 Jun 2017, 19:00 WIB
Muhayat, seorang ustaz tunanetra, mengaku telah hafal Alquran 30 juz sejak usia 19 tahun. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Memiliki kekurangan secara fisik boleh jadi dipandang sebagai suatu hambatan. Namun, hal itu tampaknya tidak berlaku bagi ustaz Muhayat. Ustaz berusia 35 tahun ini adalah tunanetra yang juga seorang hafiz atau penghafal Alquran.

Dalam kesehariannya, pria kelahiran Pekanbaru, Riau, ini mengajar Alquran di Ma'had Bumi Quran, Jalan Parakan Mas 7 Nomor 25, Bandung, Jawa Barat. Siang itu, delapan santri berkumpul untuk menyetor hafalan Alquran kepada Muhayat. Uniknya, muridnya bukanlah dari kalangan tunanetra.

Setiap hari, Muhayat mendidik anak-anak non-tunanetra di musala tersebut. Selama bulan suci Ramadan, dia mengajar mulai pukul 07.30 sampai 12.00 WIB.

Muhayat mengaku telah hafal Alquran 30 juz sejak usia 19 tahun. Pada 2002, selama satu setengah tahun, ia pun mendalami kitab suci agama Islam itu dengan bimbingan guru di Pesantren Krapya Al Munawir, Yogyakarta. Muhayat kemudian belajar Bahasa Arab di Kediri, selama delapan bulan.

Ia menuturkan, awal ketertarikannya menghafal Alquran karena dorongan orangtua. Pria yang mengalami kebutaan sejak usia empat tahun ini tak sempat mengenyam pendidikan formal. Sedangkan sekolah yang menangani difabel pada saat itu tidak banyak dan lokasinya jauh.

Sampai pada suatu waktu, ada seorang rekannya yang memberikan rekaman membaca Alquran. Tak butuh waktu lama, dia dapat menghafal isi rekaman.

"Lalu oleh ayah saya dibelikan lagi kaset. Saya hafalin lagi dan hafal. Akhirnya karena mencari kaset 30 juz enggak ada, saya dibimbing sama ayah dari juz 1 sampai 30. Sekitar empat tahun saya menyelesaikan hafalan saya 30 juz. Mulainya umur 15 tahun," ucap Muhayat kepada Liputan6.com, Jumat, 9 Juni 2017.

Setelah menghafal Alquran, Muhayat kemudian belajar huruf braille di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wiyata Guna sejak 2008. Ia secara khusus belajar Alquran braille hingga 2009. Setelah itu, dia menjadi guru di Rumah Tahfirdz Deresan, Yogyakarta, binaan Ustaz Yusuf Mansyur.

Muhayat lalu mengelola pondok pesantren di Pekanbaru, selama kurang lebih empat tahun. Pada 2014, dia kembali ke Bandung dan hingga sekarang mengajar Alquran di Ma'had Bumi Quran.

Ia menambahkan, para penghafal Quran di tempatnya mengajar saat ini selalu berganti-ganti. Sempat diikuti 20 orang, 11 orang bahkan hanya tiga orang.

"Mereka dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak sampai ibu-ibu. Selain itu, saya juga dibantu sama santri yang mengaji di sini," Muhayat membeberkan.

Muhayat, seorang ustaz tunanetra, mengaku telah hafal Alquran 30 juz sejak usia 19 tahun. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Ayah satu anak ini mengaku tak pernah mengajar dengan sesama tunanetra. Selama ini ia justru mengajar kepada "kaum awas". Menurut dia, mengajar Alquran kepada "kaum awas" dalam sisi pengajaran sangat berbeda.

"Setiap setoran mereka selalu di depan saya. Kalau ada yang membaca akan terdengar berbeda dari tinggi rendahnya suara. Saya bahkan kadang tanya langsung untuk memastikan. Tapi insyaallah santri di sini jujur, mereka datang minta diajarkan menghafal Alquran," ia menjelaskan.

Sebagai hafiz Alquran dari kalangan tunanetra, juara 2 MHQ di Kedutaan Arab Saudi ini ingin memberikan motivasi kepada santrinya yang dikarunia penglihatan sempurna untuk tidak kalah dengan dirinya yang disabilitas.

"Saya rasa kekurangan fisik bukan berarti ada hambatan. Misalnya, ketika harus memperluas wawasan sementara buku-buku agama masih belum semuanya ada yang versi braille," tutur Muhayat.

Apalagi, zaman sekarang sudah ada internet. "Kita juga bisa bertanya pada ulama. Bagi siapa pun yang ingin berkiprah untuk lebih maju, selama ada kesungguhan hal itu bisa terwujud," ustaz tunanetra ini memungkasi.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya