Liputan6.com, Seattle - Profesor Bryan White dari University of Washington dibuat pusing pada tahun lalu. Pasalnya, seorang mahasiswi yang biasanya bernilai bagus mendapat nilai buruk saat ujian akhir yang berlangsung Mei dan Juni.
Setelah diusut, profesor biologi itu menemukan bahwa sang siswi tidak fokus karena ujian berlangsung selama puasa Ramadan.
Advertisement
Ramadan tahun lalu jatuh pada musim semi menjelang musim panas, sehingga membuat waktu berpuasa lebih dari 12 jam.
Dikutip dari Seattle Times, pada Senin (12/6/2017), untuk tahun ini di mana puasa jatuh pada musim panas, Profesor White memutuskan ujian akhir semester digelar setelah berbuka puasa, yaitu pukul 22.00. Dua pengajar lainnya pun mengikuti jejak White.
"Buat saya, ini hal sederhana. Lagi pula, saya biasa bekerja hingga tengah malam," kata White.
Meski dianggap remeh bagi Prof White, tetapi tidak bagi para mahasiswa Muslim di universitas itu.
"Untuk Dr White mungkin remeh, tapi buat kami, kebijakan itu sangat berarti. Hal kecil yang membuat perbedaan besar," kata salah satu mahasiswa bernama Zoha Awan.
Mahasiswi Muslim lainnya, Indira Ongarbaeva, mengatakan, "Secara emosional saya benar-benar siap. Karena mengetahui ujian pukul 22.00, sementara berbuka pukul 21.04, saya punya waktu bersiap diri untuk buka, salat lalu ujian."
Profesor White mengatakan, bahwa selain bisa makan dan ada waktu mempersiapkan diri, siswa akan merasa mereka lebih baik dalam tes dengan cara tersebut.
"Saya hanya ingin mereka berpikir, kelas ini sangat peduli satu sama lain." *