Liputan6.com, Washington, DC - Pemerintah Qatar menyewa konsuler hukum asal Amerika Serikat yang pernah menjabat sebagai Jaksa Agung pada masa Presiden George W. Bush. Sang penasihat ini akan memberikan masukan kepada Qatar selama masa krisis diplomatik dan utamanya direncanakan untuk membantu Doha dalam merancang undang-undang anti-pendanaan terorisme internasional.
Penasihat hukum itu bernama John Ashcroft, mantan Senat, Jaksa Agung Federal, dan penasihat Presiden Bush pada masa kebijakan War on Terror AS. Laporan penetapan Ashcroft menjadi penasihat hukum Qatar muncul dalam sebuah dokumen kesepakatan Foreign Agents Registration Act (FARA) Kementerian Pertahanan AS dengan pemerintah Qatar, demikian seperti yang dikutip dari CNN, Senin (12/6/2017).
Advertisement
Foreign Agents Registration Act adalah sebuah hukum yang mengatur tentang registrasi petugas penghubung dan representasi AS terhadap negara asing yang ditujukan untuk menjamin kepentingan luar negeri Negeri Paman Sam di negara yang bersangkutan.
Kabar itu pertama kali dilaporkan oleh media Bloomberg setelah firma hukum Ashcroft --yang bernama The Ashcroft Group LLC-- mengisukan pengisian sebuah dokumen publik kepada Kemhan AS. Akan tetapi, sejumlah individu yang terlibat dalam dokumen tersebut dirahasikan status dan informasinya.
Berdasarkan dokumen tersebut, The Ashcroft Group LLC meminta bayaran US$ 2,5 juta untuk 90 hari pertama yang 'dinilai genting'. Firma itu juga menjelaskan bahwa proyek tersebut masuk dalam daftar 'prioritas utama' dan akan dipimpin langsung oleh John Ashcroft.
Selain itu, The Ashcroft Group LLC juga akan meminta bantuan dari tokoh kunci dan mantan pejabat senior yang masih dan atau pernah bekerja untuk Gedung Putih, Komunitas Intelijen, Biro Investigasi Federal (FBI), Kementerian Pertahanan Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan AS.
Mereka akan menyediakan pemerintah Qatar 'sejumlah saran strategis dan komprehensif, dukungan dan representasi, penilaian dan evaluasi, juga pendidikan guna melawan terorisme global' serta hukum anti-pendanaan finansial dan keuangan untuk terorisme.
Kesepakatan itu muncul setelah Qatar 'dikucilkan' oleh sembilan negara Timur Tengah dan Teluk Arab. Salah satu alasan pengucilan tersebut adalah, tuduhan sembilan negara terhadap Qatar yang diduga kuat mendukung dan membantu secara finansial sejumlah organisasi ekstremisme agama dan kelompok terorisme.
Tuduhan ini telah lama dituduhkan kepada Qatar oleh sejumlah negara Teluk Arab. Mereka menilai Qatar mendukung kelompok ekstremisme seperti Ikhwanul Muslimin (dikenal di negara Barat dengan nama Muslim Brotherhood), hingga kelompok terorisme seperti Al-Qaeda dan ISIS.
Qatar pun membantah tuduhan tersebut.
Profesor James Piscatori, Wakil Direktur Pusat Studi Arab dan Islam Australian National University, menjelaskan, tuduhan tersebut bukanlah hal baru yang terjadi di Teluk dan Timur Tengah.
Sejumlah negara di kawasan tersebut telah lama dan rutin menuduh Qatar mendukung dan mendanai organisasi ekstremisme seperti Front Al-Nusra, Hamas, dan Muslim Brotherhood, serta organisasi terorisme seperti Taliban, Al Qaeda, dan Lashkar Taiba.
Dalam sebuah dokumen rahasia yang menjadi bagian pembocoran data WikiLeaks pada 2009, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton menyebut bahwa Qatar merupakan sumber dana terbesar bagi kelompok teroris.
"Kita perlu menggunakan aset intelijen dan diplomatik untuk memberi tekanan pada pemerintah Qatar dan Arab Saudi, yang memberikan dukungan finansial dan logistik secara klandestin kepada ISIS dan kelompok radikal lainnya di wilayah ini," begitu isi dokumen yang ditulis oleh Hillary Clinton dan dibocorkan melalui WikiLeaks pada 2009.
Profesor Piscatori justru menilai bahwa tindakan "memusuhi" Qatar itu disebabkan oleh perkembangan yang mumpuni dari negara yang dipimpin oleh Emir Tamim bin Hamad al-Thani.
Saksikan juga video berikut ini