Liputan6.com, Jakarta - Komisi I DPR Evita Nursanty meminta semua negara ASEAN harus segera fokus menghadapi ISIS di Filipina Selatan. Menurut dia, semua kekuatan militer dan intelijen di regional ASEAN harus membantu menyelesaikan krisis di Filipina Selatan.
"Perlu segera kesepakatan politik regional untuk menempatkan pasukan gabungan militer ASEAN di Filipina Selatan untuk mengeliminir kekuatan ISIS. Jangan biarkan Filipina sendirian," ujar Evita kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (12/6/2017).
Advertisement
Ia mengatakan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte tidak bisa dibiarkan sendirian menghadapi ISIS di Filipina Selatan. Sebab jika Filipina gagal, maka ISIS akan menjadikan ASEAN sebagai bagian dari teritorial operasinya dengan mendirikan negara bayangan Asia Tenggara.
"Percuma ada ASEAN kalau krisis akibat ISIS di Filipina tidak bisa dihentikan. ISIS bisa berkembang di Timur Tengah karena negara-negara di sana tidak kompak dan membiarkan berkembang. Ini tidak boleh terjadi di regional ASEAN," kata dia.
Indonesia sebagai negara yang bertetangga dengan Filipina dan Malaysia, menurut Evita, perlu segera menggelar pertemuan ASEAN untuk membahas penempatan militer gabungan tersebut.
"Presiden perlu segera mengirim komisaris politik dan militer menangani krisis di Filipina, yang potensial menjadi krisis ASEAN. Tugas dua komisaris ini adalah untuk mendorong penempatan pasukan gabungan di Filipina Selatan," tutur dia.
Beberapa negara, kata Evita, seperti Vietnam dan Timor Leste memiliki pengalaman dalam perang gerilya, di mana itu sangat berguna untuk perang counter gerilya menghadapi ISIS di Filipina Selatan.
"Didukung dengan peralatan militer, teknologi, dan logistik yang kuat dari negara-negara lainnya di ASEAN, kita optimis, krisis di Filipina Selatan bisa diselesaikan segera," ujar dia.
Militer Gabungan
Bagi Evita, sekaranglah saatnya untuk menguji kemampuan militer dan intelijen negara-negara ASEAN yang sudah berkali-kali melakukan latihan militer bersama.
"Regional ASEAN dalam ancaman, sudah waktunya menggunakan semua kemampuan yang dimiliki setiap anggota ASEAN untuk menghadapi setiap operasi terorisme di wilayah ASEAN," papar dia.
Evita mengingatkan, ISIS yang sedang terpukul di Timur-Tengah mengubah taktik dengan menyebar ke seluruh negara dengan membangun basis gerilya dan teror kota di berbagai belahan dunia.
Keterbukaan ISIS di Filipina Selatan jika tidak cepat diatasi akan menjadi basis gerilya terbuka bagi ISIS, yang akan membangkitkan sel-sel yang sudah lama ditanam di berbagai negara di ASEAN.
"Deklarasi di Marawi, itu sinyal bahwa sel-sel di berbagai negara sudah siap untuk bangkit. Manuver mereka harus segera dipatahkan agar tidak menyebar ke wilayah lain di ASEAN," terang dia.
Ia juga meminta agar diplomasi politik ASEAN memprioritaskan masalah ancaman ISIS dibandingkan yang lain. Tujuannya, agar ASEAN benar-benar menjadi kekuatan nyata, bukan hanya sekadar di atas kertas.
"Menteri Luar Negeri Indonesia sangat menentukan untuk bisa segera rapat dengan Menlu Filipina dan Malaysia untuk pertemuan darurat ASEAN. Ajak dan undang semua panglima militer negara-negara ASEAN. Jangan terlambat. Awal bulan Juni harus sudah ada pasukan gabungan ASEAN di Mindanao dan perbatasan Filipina-Indonesia," tegas Evita.