Liputan6.com, Jakarta - Meski banyak dikritik, DPR ngotot mengajukan angket untuk KPK. Menurut Ketua Panitia Khusus Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa, banyak orang yang kurang memahami apa sebenarnya hak angket.
Dia mengatakan, hak angket adalah hak konstitusional dewan yang dijamin konstitusi, sebagai hak penyidikan tertinggi dalam konteks bernegara. Agun berjanji Pansus Angket KPK akan bekerja secara transparan dan akuntabel.
Advertisement
"DPR menggulirkan hak angket ini semata-mata ingin mengembalikan, di mana sebenarnya posisi KPK dalam negara ini dalam sistem demokrasi kita. Metode kerjanya kita akan transparan, akan terbuka, akan mengundang semua pihak," ungkap Agun seperti dikutip dari laman DPR, Rabu (14/6/2017).
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, di antara tiga cabang kekuasaan negara, yang sering disebut dengan trias politica adalah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sementara posisi KPK belum jelas, namun di lapangan KPK mengeksekusi dengan operasi tangkap tangan (OTT) tapi di persidangan juga menjalankan fungsi yudikatif. Terlebih lagi Agun mengatakan tidak ada lembaga yang mengawasi KPK secara tegas.
"Kita juga akan bedah melalui angket ini bagaimana posisi dan fungsi KPK dalam criminal justice system. Karena hukum pidana kita menganut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hukum formil yang mengatur proses," tandas Agun.
Di sisi lain Direktur Eksekutif ILEW Iwan Sumule menyampaikan, tindakan OTT yang kerap dilakukan KPK telah melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Karena, kata dia, pemberian suap yang kerap kali tertangkap OTT oleh KPK, tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi, jika penerima suap melaporkan kepada KPK.
Tapi jika dalam 30 hari suap yang diterima tidak dilaporkan kepada KPK, baru kemudian penerima suap dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana korupsi.
Tonton video menarik di bawah ini: