Liputan6.com, Jakarta Sebuah penelitian yang dilakukan di Mailman School of Public Health, Columbia University, New York City, menemukan, spektrum autisme lebih kuat di antara anak-anak yang ibunya mengalami demam selama kehamilan sepanjang trimester kedua.
"Risiko autisme meningkat seiring dengan demam yang dilaporkan setelah 12 minggu kehamilan," tulis peneliti dalam jurnal Molecular Psychiatry.
Advertisement
Seperti dilansir Medical News Today, Kamis (15/6/2017), gangguan spektrum autisme (ASD) merupakan gangguan perkembangan yang kompleks dan sulit dikenali gejalanya.
Para ahli percaya, ASD merupakan kombinasi faktor genetik dan lingkungan yang mencakup infeksi virus, polusi dan komplikasi kehamilan.
Seorang profesor epidemiologi di Mailman School of Public Health, Mady Hornig, mengatakan studi ini mungkin membuktikan bahwa respons kekebalan ibu dapat mempengaruhi perkembangan saraf sebelum anak lahir.
Para peneliti menganalisis data dari sebuah penelitian yang diikuti 95.754 anak yang lahir di Norwegia antara tahun 1999 dan 2009, termasuk laporan yang diisi oleh ibu mereka selama kehamilan mereka.
Catatan menunjukkan, 583 kasus ASD teridentifikasi pada anak-anak. Mereka juga menunjukkan bahwa ibu dari 15.701 (atau 16 persen) dari anak-anak melaporkan demam setidaknya sekali selama kehamilan mereka.
Analisis tersebut menemukan, demam selama kehamilan dikaitkan dengan 34 persen risiko ASD yang lebih tinggi pada anak tersebut. Sementara, demam pada trimester kedua terkait dengan risiko ASD 40 persen lebih tinggi.
Studi ini juga menyelidiki sejauh mana penggunaan dua obat anti-demam, yaitu asetaminofen dan ibuprofen mempengaruhi kehamilan dan meningkatkan risiko ASD. Namun para peneliti tidak menemukan efek yang berarti.