Menkominfo: Google Bukan Perusahaan dengan Utang Pajak Terbesar

Menurut Menkominfo, Google bukanlah perusahaan over the top yang memiliki tunggakan utang pajak terbesar di Indonesia. Lalu siapa?

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 15 Jun 2017, 15:14 WIB
Menkominfo Rudiantara memberikan sambutan setelah penandatanganan kerjasama pembangunan Satelit PSN VII di Jakarta, Rabu (17/5). Diharapkan penggunaan jasa satelit nasional bisa disiapkan perusahaan nasional. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Google dilaporkan telah melunasi tunggakan pajaknya di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu.

Namun rupanya perusahaan yang memiliki tunggakan pajak terbesar di Indonesia bukanlah Google. Demikian disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat ditemui di acara Buka Puasa Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Rabu (14/6/2017) malam.

"Saya kasih clue, Google bukan yang paling besar (tunggakan pajaknya, red.)," kata Rudiantara.

Ketika ditanya perusahaan mana yang paling banyak menunggak pajak di Indonesia, ia tak menjawab lebih lanjut. Namun menurut pria yang karib disapa Chief RA ini, penyelesaian utang pajak Google akan makin memuluskan upaya Kemenkominfo menyelesaikan Peraturan Menteri (Permen) mengenai layanan Over the Top (OTT) di Indonesia.

Lebih lanjut, Rudiantara menyebut akan berkoordinasi dengan otoritas fiskal terkait tunggakan pajak yang telah Google bayar. "Saya nggak tahu apakah Google sudah melunasi atau bagaimana, kalau sudah settle, (utang pajak, red.) mana yang settle? Nanti (saya, red.) akan nanya ke fiskal," kata Rudiantara.

Setelah Google, kata Rudiantara, pemerintah akan menyasar layanan OTT asing lainnya yang ditengarai masih memiliki tunggakan pajak di Indonesia. "Selanjutnya OTT internasional," kata Rudiantara saat ditanya, OTT asing mana lagi yang akan dikejar untuk membayar pajak.

Selepas kasus Google ini, ia akan segera menyelesaikan Permen tentang layanan OTT yang sebelumnya sudah ada dalam bentuk Surat Edaran (SE) dan telah diuji publik setahun lamanya.

"(Permen OTT, red.) kurang lebih akan seperti Surat Edaran, hanya standing-nya berbeda. Kalau SE kan hanya memberi tahu nanti akan seperti ini, kalau Permen ada sanksi. Kalau melanggar aturan, akan naik ke atas (terkena peraturan yang lebih tinggi, red.)," ujar Rudiantara.

Ia belum memberikan kepastian kapan Permen OTT akan selesai. Namun sekadar diketahui, dalam SE N0 36 /2016 OTT asing yang ingin menjalankan bisnis di Indonesia harus mendirikan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, menggunakan nomor IP Indonesia, mencantumkan petunjuk dalam Bahasa Indonesia, serta menggunakan sistem pembayaran nasional.

(Tin/Why)

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya