PBNU Akan Kirim Surat Minta Jokowi Ganti Mendikbud

PBNU menilai Mendikbud Muhadjir sudah berbuat gaduh terkait rencana sekolah 8 jam sehari.

oleh Ika Defianti diperbarui 16 Jun 2017, 05:41 WIB
Mendikbud Muhadjir Effendi, usai menyampaikan sambutan, di Pendopo Tamansiswa Yogyakarta, Selasa (6/12/2016). (Switzy Sabandar/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berencana mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk memberhentikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.

Menurut Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdatul Ulama (LP Ma'arif NU) Arifin Junaidi, Mendikbud Muhadjir sudah membuat kegaduhan terkait dengan rencana kebijakan sekolah 8 jam sehari atau Full Day School.

"Kami akan kirim surat ke presiden. Karena Mendikbud bikin gaduh, minta diganti," ucap Arifin di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2017).

Arifin beralasan sistem tersebut sudah mulai meresahkan masyarakat seperti halnya saat dirinya berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia.

"Saya baru saja pulang dari Makassar dan Banjarmasin. Mereka meresahkan apa yang dilontarkan oleh Mendikbud soal Full Day School," ujar dia.

Selain itu, Arifin mengaku memang sudah tidak mendukung wacana sistem ini. Menurut dia, Full Day School ataupun sekolah 8 jam sehari tidak ada yang berbeda.

"Itu intinya sama saja. LP Ma'arif NU mempunyai sekolah dan madrasah sebanyak 48 ribu, kalau sistem ini dipaksakan barangkali nanti murid dan guru seluruh Indonesia akan datang ke Jakarta," jelas Arifin.

 

Tonton Video Menarik Berikut Ini:


Sekolah Belum Siap

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara itu Ketua Umum PBNU Sa'id Aqil Siradj menilai mayoritas sekolah belum siap menerima sistem yang akan diterapkan Kemendikbud. Dia berdalih sekolah belum memiliki fasilitas penunjang dalam mewujudkan rencana tersebut.

"Mayoritas sekolah belum siap, itu terkait fasilitas yang menunjang kebijakan Full Day School," kata Sa'id di kantor PBNU, Jakarta.

Dia juga menyangkal penerapan sistem ini karena adanya kekhawatiran orang tua terhadap anaknya terjerumus dalam pergaulan bebas. Hal itu terutama masyarakat yang berada di kota besar.

"Itu tidak sepenuhnya benar, sebab kenyataanya kota-kota besar di Indonesia tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi, nilai-nilai dan pendidikan agama yang ada," ujar dia.

Pembentukan Karakter

Menurut Sa'id Aqil Siradj, belajar tidak selalu identik dengan kegiatan di sekolah. Interaksi sosial peserta didik dengan lingkungan dinilainya menjadi salah satu sarana proses belajar.

"Itu bisa proses pendidikan karakter, sehingga mereka tidak tercerabut dari nilai-nilai adat, tradisi yang berkembang selama ini," ucap Sa'id.

Sebab, kata dia, PBNU sangat mendukung adanya pendidikan karakter sebagaimana yang termaktub dalam Nawacita.

"Seharusnya ini dapat dilaksanakan dalam bentuk kebijakan-kebijakan kreatif yang selaras dengan kultur masyarakat lokal. Sehingga tidak menimbulkan gejolak," papar dia.

Karena hal tersebut, Sa'id menginginkan pemerintah pusat dapat mempertegas usaha dalam pembentukan karakter masyarakat.

"Dalam hal ini pembentukan karakter dengan penambahan waktu atau jam sekolah merupakan konteks yang berbeda. Sebab pembentukan karakter tidak secara otomatis dapat dicapai dengan jalan menambahkan jam sekolah," jelas Sa'id.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebelumnya menyatakan pihaknya akan menerapkan program belajar delapan jam sehari, bagi semua jenjang sekolah, SD hingga SMA.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, program belajar delapan jam sehari baik untuk penguatan karakter tiap pelajar.

"Ini menjadi konsep umum program penguatan karakter. Secara umum ini penunjang ekstrakurikuler, memanfaatkan yang di dalam dan di luar sekolah," kata Muhadjir usai rapat di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta Pusat, Rabu (14/6/2017).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya