KOLOM: Jerman Enggan Juara di Rusia

Jeman seperti ogah-ogahan untuk tampil maksimal selama Piala Konfederasi di Rusia.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jun 2017, 08:00 WIB
Kolom Bola Asep Ginanjar (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Jerman. Di kancah sepak bola internasional, negeri ini termasuk salah satu raksasa. Jerman punya rekor luar biasa, baik di Piala Dunia maupun Piala Eropa. Di dua ajang bergengsi itu, Jerman tercatat sebagai tim yang paling sering melaju hingga final.

Di Piala Dunia, walaupun koleksi gelar kalah dari Brasil, Jerman delapan kali menjalani laga final. Empat di antaranya berhasil dimenangi. Terakhir di Brasil 2014. Selain itu, Jerman juga tim tersubur. Koleksi 224 gol membuat Die Mannschaft unggul tiga gol atas sang juara lima kali, Brasil.

Jerman pula yang memiliki pemain-pemain tersubur. Selain sang top scorer sepanjang masa, Miroslav Klose (16 gol), Jerman punya empat pemain lain yang mencetak gol dalam jumlah dua digit. Mereka adalah Gerd Mueller (14 gol), Juergen Klinsmann (11 gol), Helmut Rahn (10 gol), dan Thomas Mueller (10 gol). Jerman lagi-lagi mengungguli Brasil yang hanya punya Ronaldo Luiz Nazario de Lima (15 gol) dan Pele (12 gol) di daftar itu.

Di Piala Eropa, Jerman juga digdaya. Koleksi tiga gelar dan tiga kali jadi runner-up adalah bukti sahihnya. Spanyol yang juga tiga kali juara hanya empat kali lolos ke final. Di samping itu, Jerman juga tim dengan jumlah laga terbanyak, kemenangan terbanyak, sekaligus kolektor gol terbanyak.

Pelatih tim nasional Jerman, Joachim Low. (AFP/Patrik Stollarz)

Meskipun demikian, seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Jerman tidaklah digdaya di mana saja. Sebut saja di Piala Konfederasi. Die Mannschaft belum pernah menjuarai ajang ini. Dua kali berpartisipasi, mereka bahkan tak pernah tiba di pertandingan puncak. Prestasi terbaik Jerman adalah semifinalis pada 2005 di kandang sendiri.

Fakta ini seharusnya membuat Jerman sangat termotivasi kala menjalani kiprah ketiga di Piala Konfederasi 2017 yang dimulai pada akhir pekan ini, tepat 363 hari sebelum pembukaan Piala Dunia 2018.

Akan tetapi, sang juara dunia rupanya tak terlalu peduli akan hal itu. Buktinya, pelatih Joachim Loew hanya membawa pemain-pemain lapis kedua. Tak ada Thomas Mueller, Mesut Oezil, Toni Kroos, Mats Hummels, dan Jerome Boateng. Begitu pula Manuel Neuer, Marco Reus, dan Ilkay Guendogan yang berkutat dengan cedera. Dari tim juara di Brasil 2014 hanya ada Julian Draxler, Shkodran Mustafi, dan Matthias Ginter. Total, ketiganya hanya tampil 145 menit selama keikutsertaan Jerman di Piala Dunia Brasil.

Tonton video menarik di bawah ini:


Meremehkan Turnamen

Pelatih timnas Jerman, Joachim Loew mengawasi timnya berlatih di Kamen, Jerman (21/03/2017). Jerman akan melawan Inggris pada laga persahabatan di Iduna Park Stadium. (EPA/Friedemann Vogel)

Loew berdalih, sangat penting bagi para bintangnya untuk mendapatkan istirahat. Dia tak ingin mereka ambruk karena telah menjalani begitu banyak laga sepanjang musim. Apalagi tahun lalu pun, karena Piala Eropa, mereka tak menikmati liburan.

Dalih Loew tentu saja tak memuaskan sang tuan rumah. Bagi panitia, kehadiran para bintang dari tim juara dunia adalah hal penting. Mereka akan jadi magnet tersendiri bagi para penonton. Bagi tim-tim lain pun kehadiran juara dunia dengan full team adalah tantangan menarik.

Menanggapi keluhan tuan rumah, Loew mengatakan, justru jauh lebih penting memastikan para bintang berkiprah di Piala Dunia tahun depan. Memaksa mereka tampil sekarang namun berakibat pada keletihan yang berujung absen tahun depan justru tidaklah bagus.

Toh, kesan Jerman menyepelekan Piala Konfederasi tidak bisa ditutupi. Selain hanya membawa para pemain lapis kedua, Loew juga tak memanggil pemain baru ketika Leroy Sane memutuskan mundur dengan alasan hendak menjalani operasi hidung. Demikian pula saat Diego Demme cedera pada masa persiapan. Loew dengan percaya diri hanya membawa 21 pemain ke Rusia.

Timnas Jerman (AFP/Christof Stache)

Putusan ini mengundang pertanyaan. Pasalnya, FIFA memperbolehkan penggantian pemain hingga 24 jam sebelum laga pertama tim yang bersangkutan. Meksiko dan Australia melakukan hal itu. Pelatih Meksiko, Juan Carlos Osorio, memanggil Jurgen Damm untuk menggantikan Jesus Corona. Adapun Ange Postecoglou di Australia merekrut Alex Gersbach dan James Jeggo sebagai pengganti Brad Smith dan Mile Jedinak.

Tentu Loew punya perhitungan matang di balik putusan itu. Namun, kesan menyepelekan Piala Konfederasi tetap terasa. Bagaimanapun, meski sebagian pemain lain tak bisa dipanggil karena harus berjibaku di Piala Eropa U-21, Jerman masih punya pemain-pemain yang bisa dijadikan pengganti Sane dan Demme. Andai tengah berlibur pun, pemain-pemain itu rasanya tak akan menolak panggilan Loew.

Selain itu, Loew sempat menyatakan tak akan terlalu peduli terhadap hasil yang diraih timnya nanti. Baginya, hal terpenting adalah memberikan pengalaman kepada sejumlah pemain baru sebagai upaya pematangan jelang Piala Dunia. Dia berharap mereka seperti Philipp Lahm, Bastian Schweinsteiger, serta Lukas Podolski yang mencuat di Piala Konfederasi 2005 dan menjadi andalan di Piala Dunia 2006. Adapun Presiden DFB Reinhard Grindel menegaskan, target utama Jerman tetaplah mempertahankan Piala Dunia.


Tak Dijagokan

Timnas Jerman yang dipersiapkan untuk Piala Konfederasi 2017. (AFP/Daniel Roland)

Komposisi skuat Jerman di Piala Konfederasi kali ini mengingatkan kiprah mereka pada 1999. Saat itu pun Die Mannschaft tak tampil dengan kekuatan penuh. Di skuat kala itu, pelatih Erich Ribbeck terpaksa memasukkan Heiko Gerber, Horst Heldt, Ronald Maul, dan Mustafa Dogan. Bagi Gerber dan Maul, di sanalah mereka mendapatkan penampilan pertama dan satu-satunya untuk Die Mannschaft sepanjang karier sebagai pesepak bola.

Berbeda dengan sekarang, saat itu sejumlah pemain inti menolak ikut serta, karena Piala Konfederasi dinilai mengganggu persiapan menyongsong musim baru. Sudah begitu, turnamen tersebut digelar di Meksiko yang jauh dengan cuaca kurang bersahabat.

Hasilnya, Jerman hancur lebur. Pada laga pertama saja, tim asuhan Ribbeck dihajar empat gol tanpa balas oleh Brasil. Meski sempat menang 2-0 atas Selandia Baru, Jerman dipastikan pulang lebih awal karena kalah 0-2 dari Amerika Serikat pada laga pamungkas grup.

Low belum menentukan kapten timnas Jerman pengganti Manuel Neuer. (AFP / PATRIK STOLLARZ)

Tentu saja terlalu naif meramalkan Jerman akan mengulangi prestasi buruk itu. Julian Draxler dkk. sudah menunjukkan kesolidan permainan saat menggasak San Marino 7-0 dalam lanjutan Pra-Piala Dunia. Joshua Kimmich dan Sandro Wagner menjadi bintang dalam laga itu.

Akan tetapi, tak bisa dimungkiri, ketiadaan pemain-pemain utama membuat kans Jerman menipis. Padahal, ini mungkin kesempatan terbaik bagi Jerman untuk menjuarai Piala Konfederasi. Tak ada Brasil atau Argentina. Tak ada pula Spanyol, Prancis atau Italia. Sandungan mungkin hanya Portugal dan Cile yang di atas kertas bisa diatasi andai Die Mannschaft turun dengan tim terbaik.

Walaupun bursa taruhan masih menempatkan Jerman sebagai salah satu favorit juara, banyak orang yang menjagokan Portugal. Menurut Oddschecker, kini 38,1 persen petaruh memilih Portugal. Adapun petaruh yang menjagokan Jerman hanya 20,5 persen. Itu bahkan lebih rendah dari Cile yang dijagokan 25,6 persen petaruh.

Jerman tekuk Azerbaijan dengan skor 4-1. (AFP / KIRILL KUDRYAVTSEV)

Fakta tersebut bisa dimengerti. Berbeda dengan Jerman, Portugal dan Cile datang dengan tim terbaik. Cristiano Ronaldo tetap membela Seleccao das Quinas meski harus berjibaku hingga final Liga Champions bersama Real Madrid. Di kubu Cile, Alexis Sanchez dan Arturo Vidal juga dipastikan ikut serta. Kehadiran para bintang itu lebih meyakinkan bagi banyak orang. ESPN FC bahkan memprediksi Cile akan bersua Portugal di final. Jerman? Mereka dijegal Portugal di semifinal.

Segala prediksi dan angka-angka taruhan itu tentu tak akan dipedulikan Loew. Baginya, permainan solid sepanjang turnamen dari beberapa penggawa mudanya merupakan kemenangan tersendiri. Kemenangan yang sangat berarti bagi timnya tahun depan.

Itulah pilihan Loew. Sama halnya dengan pilihan Luis Milla yang tetap memainkan banyak pemain U-22 saat timnas Indonesia menjalani uji tanding belakangan ini. Dia tak peduli walaupun pilihannya membuat kita sulit membedakan mana timnas senior dan mana timnas U-22.


*Penulis adalah komentator dan pengamat sepak bola. Tanggapi kolom ini @seppginz.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya