Liputan6.com, Semarang - Keraton Solo dan Kementerian BUMN berebut aset Pabrik Gula Colomadu di Karanganyar, Jawa Tengah. Raja Keraton Solo, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegoro IX meminta kepada Kementerian BUMN untuk menghentikan pembangunan eks Pabrik Gula (PG) Colomadu.
Ketua Tim Pengembalian Aset Mangkunegaran, Alqaf Hudaya menjelaskan PG Colomadu didirikan Mangkunegara IV pada 1861. Seiring waktu, pabrik dikuasai pemerintah pasca-kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada 2014, muncul sertifikat tanah PG Colomadu atas nama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX. Perpindahan nama kepemilikan itu dinilai janggal, karena Mangkunegaran tidak menerbitkan palilah.
"Mangkunegara tidak menerbitkan palilah kok tiba-tiba ada penerbitan sertifikat tanah bekas PG Colomadu. Lah, itu perpindahan nama kepemilikannya dari Mangkunegaran ke pemerintah tidak ada," ujarnya, Rabu, 14 Juni 2017.
Palilah adalah izin yang diberikan oleh Kadipaten atau Kasultanan kepada masyarakat atau lembaga tertentu untuk menggunakan atau mengalihkan tanah Kadipatan atau Kasultanan. Palilah harus disertakan saat pensertifikatan tanah bekas milik Kadipaten atau Kasultanan yang telah dikuasai perorangan atau lembaga untuk bisa dicatat secara resmi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Baca Juga
Advertisement
Setelah mereda pasca-penerbitan sertifikat, konflik kembali bergulir saat Menteri BUMN Rini Soemarno meletakkan batu pertama revitalisasi Pabrik Gula Colomadu pada 4 April 2017.
Pemerintah berencana mengucurkan duit Rp 75 miliar untuk mengubah bangunan pabrik gula menjadi tempat pertunjukan. Pembangunan ini melibatkan konsorsium tujuh BUMN.
"Karena enggak ada izin, Sri Paduka (Mangkunegara IX, red) meminta sindikasi tujuh BUMN yang melakukan pembangunan di PG Colomadu dihentikan. Beliau masih keberatan dengan beralihnya kepemilikan aset tersebut. Seharusnya yang mempunyai aset diajak bicara," kata dia.
Juru bicara Tim Pengembalian Aset Mangkunegaran, Didik Wahyudiono mengatakan tim pernah menyurati Kementerian BUMN terkait peralihan kepemilikan aset tersebut yang ditandai dengan munculnya sertifikat aset atas nama PTPN IX. Namun, hingga kini belum ada respons.
"Karena tidak ada tindak lanjut dari pengiriman surat tersebut, kami menyurati Presiden Jokowi pada 12 Mei 2017. Ternyata surat ke Presiden direspons cepat, akhirnya tanggal 9 Juni 2017 lalu, kami diundang ke Kemensesneg," kata dia.
Dalam pertemuan tersebut, turut diundang Bupati Karanganyar, Dirut PTPN IX, Dirjen Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Ruang dan Tanah BPN, Dirjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah BPN, dan pihak lainnya.
"Hasil dari pertemuan itu, bupati akan memfasilitasi musyawarah karena ada perbedaan mencolok dengan pihak PTPN IX dalam hal legalitas sertifikat," ujar Didik.