Liputan6.com, Palembang - Ruas jalan Tol Palembang Indralaya (Palindra) ambles sejauh 30 meter. Kejadian pada Sabtu, 17 Juni 2017 pukul 18.30 WIB ini mengejutkan karena tak sesuai dengan pernyataan sebelumnya.
Sehari sebelum kejadian, seperti dikutip Antara, Kepala Divisi Pengembang Jalan Tol PT Hutama Karya Rizal Sucipto didampingi Manajer Proyek Tol Palindra Hasan Turcahyo menggelar konferensi pers, Jumat, 16 Juni 2017 memberikan pernyataan mengenai kesiapannya mendukung kelancaran arus mudik Lebaran.
Hutama Karya memutuskan akan membuka jalan tol seksi 1 (Palembang-Pemulutan) sejauh 7 km untuk kendaraan roda empat mulai 19 Mei 2017 (H-6) hingga H+10 dengan tidak dikenai biaya (gratis). Sementara untuk seksi 2 dan seksi 3 belum bisa digunakan karena pengerjaan baru mencapai 60 persen dan 67 persen.
Baca Juga
Advertisement
Terkait kejadian ini, manajer proyek Hasan Turcahyo mengatakan kejadian jalan tol ambles sejauh 30 meter yang tepatnya berada di dekat Gerbang Tol Pemulutan tidak akan merusak rencana awal tersebut.
Menurut Hasan, kerusakan hanya terjadi pada satu ruas, sehingga pemudik dapat memanfaatkan ruas yang satunya. "Tidak masalah masih bisa disiasati," kata dia.
Lokasi Rawa
Amblesnya jalan di zona ini karena disebabkan secara kontruksi memang tidak bisa sebaik konstruksi di zona lain mengingat adanya kabel SUTET.
Konstruksi tidak bisa menanam vertical drine untuk menjalankan teknologi vakum konsolidasi (memvakum rawa). Selain itu, jika dipaksa memvakum dengan pompa, maka dikhawatirkan akan menggeser posisi kabel SUTET.
Sebagai gantinya, dilakukan langkah lain untuk memadatkan struktur tanah, yakni dengan secara bertahap melapisi tanah lunak dengan material tambahan (pasir dan tanah liat) sampai konstruksinya benar-benar kuat dan aman, sehingga bisa dilakukan kegiatan pada bagian atas.
Ternyata, langkah ini tidak sesuai harapan karena terjadi pergerakan (sliding) di bagian bawah mengingat area Tol Palindra berada di kawasan tanah lunak (rawa). Untuk itu akan segera dilakukan perbaikan dengan cara membongkar secara total konstruksi yang ambles.
Pekerjaan akan dilakukan lagi dari awal, yakni melapisi tanah lunak secara bertahap dengan material tambahan. Akan tetapi, untuk memastikan agar tidak terjadi lagi "sliding", maka akan dipasang alat khusus untuk mengetahui kestabilan beban agar tidak ada lagi pergerakan tanah.
"Setidaknya butuh waktu satu minggu untuk memperbaikinya," kata Hasan.
Membungkus Rawa
Jalan Tol Palembang Inderalaya (Palindra) menggunakan teknologi konsolidasi vakum yang untuk kali pertama diterapkan di Indonesia untuk pembangunan jalan bebas hambatan. Teknologi ini dipandang sangat tepat untuk mengatasi tanah lunak berkedalaman 40 meter yang sangat membutuhkan penanganan khusus.
Semula HK memiliki sejumlah pilihan, di antaranya, teknologi tiang pancang, stone column, dan cakar ayam. Namun setelah dilakukan pemantauan langsung ke Tiongkok yang telah berhasil membuat ribuan kilometer jalan tol, maka diputuskan menggunakan konsolidasi vakum.
Di Tiongkok, teknologi vakum ini sudah diperkenalkan sejak tahun 1960 dan diperbaiki lagi pada 1980-an dengan membuat teknologi konsolidasi vakum, dan belakangan ada yang menerapkan teknologi konsolidasi vakum modifikasi.
Dengan teknologi ini maka batas minimal elevasi konstruksi dapat dicapai, yakni kurang dari 10 cm dalam 10 tahun.
"Alasan lainnya yang membuat kami bertambah yakin, yakni kebutuhan agar cepat selesai mengingat jalan Tol Palindra ini akan dijadikan infrastruktur penunjang Asian Games," kata Rizal Sucipto yang diwawancarai di sela-sela pemantauan Tol Palindra.
Dalam teknologi ini, hanya dibutuhkan 3-4 bulan untuk memvakum lahan rawa, dan jika mau pada bulan ketiga sudah bisa dilakukan penimbunan pada bagian atasnya. Sementara jika memakai teknologi lain, setidaknya membutuhkan masa enam bulan untuk memastikan bahwa lahan sudah benar-benar padat dan tidak ada lagi pergerakan tanah.
Kenyakinan pun bertambah dengan teknologi ini karena mampu mencapai batas boleh turun, yakni kurang dari 10 cm dalam 10 tahun.
Teknologi membungkus rawa ini diawali dengan dilakukan penimbunan dengan material pengisi dengan jenis tanah apa saja. Untuk Tol Palindra digunakan pasir yang diambil dari Sungai Musi dan Sungai Ogan.
Saat akan divakum tentunya terjadi penurunan elevasi sehingga harus ditambahkan material lagi, yakni tanah berkualitas, yakni tanah liat. Kemudian, zona vakum ini dibungkus dengan plastik khusus berkualitas tinggi yang tidak mudah jebol karena kedap udara dan air.
Lalu untuk lebih memaksimalkan proses, zona vakum ini dipompa selama 3-4 bulan tanpa henti. Dampaknya, tanah menjadi terkonsolidasi dan tidak lembek lagi. "Jadi teknologi ini cepat dan murah," kata dia.
Jalan Tol Palindra sejauh 22 km dengan nilai anggaran Rp2,4 triliun ini sudah merampungkan pembangunan seksi 1 (Palembang-Pemulutan) sejauh 7 km. Sementara dua seksi lagi ditargetkan selesai pada akhir tahun 2018.
Untuk seksi 2 yang baru mencapai progres 6,0 persen akan langsung dikebut pengerjaannya setelah Lebaran karena sudah membuat jalan kerja. Sementara seksi 3 yang telah mencapai 67 persen akan memasuki proses pengerasan konstruksi.
Secara keseluruhan, tidak ada lagi persoalan dengan pembangunan Tol Palindra ini mengingat teknologi yang dipilih terbilang sudah tepat. Hanya saja, persoalan cuaca mengadang, karena bulan Mei diperkirakan sudah kemarau tapi nyatanya masih ada hujan.
"Kendalanya cuma satu, teknologi vakum ini membutuhkan material pengisi yang banyak, jadi otomatis setiap hari ada puluhan truk yang masuk. Ternyata jalan kerja juga jadi berlumpur dan ini sedikit mengganggu ketika ada truk yang terjebak," kata Rizal.
Advertisement
Lintas Sumatera
Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla membangun jalan Tol Trans Sumatera yang membentang dari Aceh hingga Lampung untuk meningkatkan aktivitas ekonomi di Sumatera yang selama ini tertinggal dibandingkan di Jawa.
Pada Lebaran ini, Presiden Joko Widodo mengintruksikan HK mempercepat pekerjaan karena berharap satu seksi dari total panjang Tol Palindra 22 kilometer dapat beroperasi untuk membantu mengurangi kepadatan arus mudik di Jalan Palembang-Inderalaya.
Jalan nasional Palembang-Inderalaya saat ini sudah terlalu padat karena menjadi satu satunya akses penghubung dari dan menuju jalur Lintas Timur.
Salah seorang sopir truk, Heri, yang biasa memakai jalan ini menyebut bahwa waktu tempuh Palembang-Inderalaya ini tidak bisa ditebak, meskipun secara hitungan kasar selama 45 menit dengan kecepatan 40 km/jam.
Dengan hanya terdiri empat ruas dan dua lajur maka para sopir truk tidak bisa berharap banyak ketika terjadi kecelakaan atau truk kontainer mogok.
"Jalur Palembang-Inderalaya ini jalur yang paling menjengkelkan. Biasa bagi kami, masuk Inderalaya pada pagi hari dan baru tembus Palembang pada pukul 12.00 WIB," kata Heri, warga Talang Banten, Plaju ini.
Ia pun berharap pada tahun ini Jalan Tol Palindra dapat dioperasikan karena dapat memastikan waktu tempuh. "Palembang-Pemulutan sementara ini, ya tidak apa-apa. Nanti tahun depan bisa benar-benar full," kata dia.