Koalisi Irak - AS Serbu Pertahanan Terakhir ISIS di Mosul

Pasukan Irak yang didukung AS mengklaim mulai menyerang garis pertahanan terakhir ISIS di Mosul, sebagai bagian serangan gelombang akhir.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 19 Jun 2017, 06:54 WIB
Polisi Irak berjalan sambil berbicara dengan rekannya menggunakan radio saat bertempur melawan militan ISIS di barat Mosul, Irak, 16 Maret 2017. (AP Photo/Felipe Dana)

Liputan6.com, Mosul - Pasukan Irak yang didukung oleh Amerika Serikat mengklaim mulai menyerang garis pertahanan terakhir ISIS di Mosul, Iraq sebagai gelombang akhir dari operasi militer yang telah berjalan selama 8 bulan tersebut.

Kelompok teroris ISIS menduduki Mosul pada pertengahan 2014. Operasi perebutan Mosul baru dilakukan secara masif oleh pasukan Irak pada Oktober 2016, dan sejak itu baru sejumlah titik yang berhasil direbut kembali dari tangan ISIS.

Kini dikabarkan, militan ISIS akan bertahan di Kota Tua Mosul untuk menghadapi gempuran pasukan khusus, tentara reguler, dan kepolisian federal Irak, kata Letnan Jenderal Abdul-Amir Rasheed Yar Allah. Demikian seperti yang diwartakan oleh VOAnews.com, Minggu (18/6/2017).

Sementara itu, televisi pemerintah Iraq menayangkan cuplikan langsung yang menunjukkan asap hitam tebal yang membumbung dari Kota Tua Mosul. Terderngar pula letusan senjata api dan nampak sejumlah brosur berterbangan yang berisi peringatan kepada warga sipil untuk melakukan evakuasi.

Jenderal Abdel Ghani al-Asadi, kepala pasukan khusus Irak mengatakan kepada televisi pemerintah bahwa pasukannya mengharapkan serangan membabi-buta dari para militan ISIS.

Kota Tua Mosul adalah rumah bagi Masjid al-Nuri yang berusia ratusan tahun, tempat pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi menyampaikan khotbah ibadah Jumat pada 2014 dan mengumumkan kekhalifahannya di wilayah Irak dan Suriah.

Selama tiga tahun terakhir, kelompok militan telah kehilangan sebagian besar kedua wilayah tersebut. Dan Mosul diklaim oleh koalisi Irak - AS sebagai benteng pertahanan terakhir ISIS.

Saat ini, PBB meyakini bahwa sekitar 150.000 warga sipil terjebak di Kota Tua Mosul, yang sebagian di antaranya digunakan sebagai tameng manusia oleh ISIS. Kondisi warga sipil memprihatinkan, dengan makanan yang sedikit dan tanpa air bersih.


Gempuran AS dan Rusia di Raqqa

Di minggu yang sama, koalisi Syria Defense Force - AS dan koalisi Angkatan Bersenjata Suriah - Rusia dikabarkan tengah menggempur Raqqa, satu dari dua kota yang menjadi basis pusat ISIS selain Mosul.

Pada laporan 7 Juni 2017, militan Kurdi dan Arab yang tergabung dalam SDF dan didukung Amerika Serikat memulai serangan mereka ke Raqqa. Dari keterangan SDF, operasi ini dimulai sejak Senin, 5 Juni 2017.

SDF disebut Pemerintah Suriah sebagai pemberontak, karena militan itu bertujuan untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad. Mendapat sokongan penuh dari AS dan sekutunya, kelompok SDF yakin misi merebut Raqqa akan berjalan sukses.

"Kami deklarasikan sejak hari ini upaya peperangan merebut Kota Raqqa kami mulai, wilayah itu disebut sebagai ibu kota dari terorisme," sebut Juru Bicara SDF, Talal Silo, seperti dikutip dari BBC 7 Juni 2017.

"SDF menyerang kota dari utara, timur, serta barat dan kami mendesak warga sipil menjauhi garis depan pertempuran dan beberapa lokasi yang dihuni ISIS," tambah dia.

Salah satu pejabat militer AS, Letnan Jenderal Steve Townsend, menyebut peperangan akan berlangsung lama dan sulit. Namun, SDF dan sekutunya tidak perlu takut, AS selalu siap membantu.

"Kami dalam posisi siap melucuti ibu kota khalifah (ISIS) itu," papar Townsend.

Sementara itu, Rusia mengklaim telah berhasil membunuh pemimpin tertinggi ISIS Abu Bakar al-Baghdadi dengan sebuah serangan udara di Raqqa.

Dugaan tewasnya al-Baghdadi muncul setelah militer Negeri Beruang Merah melancarkan serangan udara ke sebuah pertemuan dewan pemimpin tertinggi ISIS di ibu kota de facto mereka di Raqqa, Suriah, pada Jumat 16 Juni 2017. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kemhan Rusia.

Pernyataan yang sama juga menjelaskan bahwa pertemuan dewan pemimpin tertinggi ISIS tersebut dihadiri oleh sekitar 30 komandan dan 300 militan.

"Menurut sejumlah informasi dari berbagai sumber, pemimpin ISIS Ibrahim Abu Bakar al-Baghdadi, yang turut hadir di dalam pertemuan dewan pemimpin tertinggi, ikut tewas akibat serangan udara tersebut," jelas Kemhan Rusia kepada Sputnik dan dikutip dari BBC.

Kementerian Pertahanan AS, Irak, dan Suriah belum mengonfirmasi tewasnya al-Baghdadi. Ini bukan kali pertama desas-desus kematian al-Baghdadi muncul.

 

Saksikan juga video berikut ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya